Foto : IST
MEDANHEADLINES.COM – Segelas kopi menemani malam panjangku. Kini tepat pukul 03.13 dini hari. Mataku masih segar, layaknya baru bangun dari tidur panjang. Padahal, sudah dua hari ini tidurku tidak teratur.
Malam ini sangat hening. Aku merasa sunyi dan sepi di kamar berukuran 6 x 4 meter. Hanya detak jam dinding dan suara gemuruh kecil dari air conditioner (AC) yang terdengar.
Dalam keheningan, memory otakku berputar ke masa-masa yang pernah kulalui. Bermacam suasana hati pun hinggap silih berganti. Senang, bahagia, marah, kesal, sedih, damai dan berbagai rasa lain, sangat terasa di dalam relung hati, yang seakan menari-nari dan bermain dalam diriku.
Aku mengingat semua dinamika perjalanan hidupku. Mulai dari awal aku dilahirkan ke dunia, hingga kini aku merasakan indahnya dunia.
Baca Juga : Aku, Sepatu dan Jodoh
Ya, namaku Lifa Lazuardi. Namaku cukup unik untuk seorang perempuan. Lifa berasal dari bahasa Skotlandia, yang artinya adalah kehidupan. Aku tidak tahu persis kenapa nama itu disematkan dalam diriku. Namun, yang kutahu nama Lifa adalah nama Islami di Skotlandia.
Sedangkan Lazuardi, yang disematkan pada nama belakangku memiliki arti langit biru. Maka dari itu, arti namaku adalah Kehidupan Langit Biru. Unik bukan? Ya, banyak teman-teman menyatakan namaku cukup unik. Namun, entah dengan perjalanan hidupku, nanti kau akan menilainya.
Aku lahir di Pulau Sumatera. Aku putri kedua dari enam bersaudara. Ya, enam bersaudara dari satu rahim yang dilahirkan Ibuku. Namun, aku anak bungsu dari Alm Ayahku.
Sebab, ketika aku masih belia, ayahku sudah menghadap ke sang pencipta. Ibuku pun diberikan jodoh kembali. Sehingga lahirlah adik-adikku, yang sangat kusayangi.
Secara fundamental, aku tetap bersyukur dengan apa yang telah diberikan kepadaku. Walau, banyak riak yang harus kulalui dengan susah payah. Ya, bagiku begitu. Kau nanti akan mengetahuinya.
Sejak belia, hingga menjelang dewasa, bisa dikatakan, aku tergolong pendiam. Aku tidak suka banyak bercerita. Namun, aku bukan tipikal yang kaku juga, aku kerap menebar senyum ketika berpapasan dengan teman-teman sekolahku.
Baca Juga : “Tabula Rasa, Sama dan Pilihan”
Sejak kecil aku selalu diajarkan oleh orang tuaku, untuk menebar senyum. Serta, ada tiga kata yang harus selalu diingat serta diutarakan dalam komunikasi sehari-hari. Tentunya dengan penempatan yang baik pula. Yakni, Permisi, Maaf dan Terimakasih.
Aku dikenal sebagai anak pintar. Setidaknya aku kerap rangking di dalam kelas. Bahkan, aku pernah mewakili sekolah untuk lomba olimpiade Kimia. Hingga memasuki Universitas pun, aku masih dikenal sebagai anak pintar. Aku bisa menyelesaikan kuliahku dengan baik di Fakultas Kedokteran, salah satu universitas di Kota Medan.
Kini pun aku menjalani profesi Dokter dengan penuh kebahagiaan. Aku senang dan bahagia, profesiku dipandang baik dalam tatanan masayarakat. Aku senang dan bahagia, jasaku dapat menolong orang banyak. Ya aku bahagia pada satu dimensi tersebut.
Alam semesta ini memiliki berbagai dimensi. Hal itu terjawab ketika mempelajari teori string atau dikenal juga sebagai teori superstring, yang menjelaskan bagaimana alam semesta bekerja. Bisa dilihat dari teori relativitas objek, bahkan dijelaskan juga dalam teori mekanika kuantum.
Begitu juga hidup seseorang, aku percaya memiliki berbagai dimensi pula. Dan setiap dimensi mengisahkan cerita yang berbeda, rasa yang berbeda, dan warna yang berbeda.
Begitulah hidupku, penuh dengan warna, dan setiap warna memberikan arti.
Waktu terus bergulir, aku masih menyeruput kopi, yang sudah dingin. Namun memory otakku tetap berputar ke masa-masa lalu, yang membuatku menghela nafas panjang.
Aku mengingat, dan terus mengingat.. bahwa perjalanan itu memang warna-warni. (bersambung)
Penulis : Ryan Achdiral Juskal