Jalan Sunyi Si Penyair Pemberontak

Foto-foto : Ist 

MEDANHEADLINES.COM – Sejak matahari terbit, kendaraan hilir mudik di keramaian kota. Robot-robot pekerja terlihat sibuk dengan berbagai aktivitas yang monoton. Aktivitas yang menjenuhkan, seakan memenjarakan kreativitas, membatasi langkah, mengoptasi pemikiran, serta membunuh ide dan gagasan.

Hampir semua orang yang dilihat, disibukkan dengan aktivitas kematian. Ya, aktivitas yang mematikan ide, mematikan rasa, mematikan jiwa. Karena ada selimut kepentingan penguasa, selimut kepentingan perusahaan, selimut yang menutup kebebasan kreasi.

Robot-robot pekerja itu hanya menjadi sapi perah. Saat masih menguntungkan, maka akan tetap dipakai. Jika, sudah dianggap tidak menguntungkan, walaupun sudah banyak jasa, maka akan disembelih, dibuang ke kubangan lumpur. Hingga tak dianggap sama sekali. Bahkan, untuk sekadar nama.

“Aktivitas yang menjemukan, sudah pasti tak akan memberi warna yang menarik dalam kehidupan,” ujar seniman dari Kota Salak, Wen Husein Hasibuan.

Tetiba, pikiranku mengarah pada Wen Husein Hasibuan. Lelaki introvert yang kerap menyendiri dalam keramaian. Lelaki penikmat sunyi yang kaya akan karya sastra. Penyair yang berani berontak pada realita, keluar dari zona nyaman dan bergerak dari kesunyian.

Ia kerap mengejawantahkan pemikiran melalui tulisan-tulisan bernas. Sering menguak hal-hal yang dianggap tabu dalam kondisi sosial masyarakat, mengkritik dengan pisau analisis yang tajam, serta memiliki kerangka pemikiran yang di luar mainstream.

Wen Husein Hasibuan, penulis yang tak haus akan popularitas, namun selalu menghadirkan karya-karya yang populer.

“Eksistensi itu bukan pada sosok manusianya, namun dari buah pemikirannya,” ujar Wen Husein Hasibuan beberapa waktu yang lalu.

Memilih untuk bergerak dari jalan sunyi adalah pilihan yang tak mudah. Jalan yang dipastikan jauh dari gemerlapnya dunia. Namun, jalan sunyi kerap melahirkan ide kreatif dan gagasan brilian.

Untuk apa berada dalam keramaian, namun terkungkung dalam hegemoni kekuasaan. Lebih baik berdiri dalam kesunyian, namun tetap menebar makna untuk kehidupan. Manusia adalah makhluk yang sempurna, yang tak seharusnya dijadikan robot-robot pekerja, robot yang suatu saat akan kehabisan baterai, yang tentunya akan dicampakkan pada tong sampah barang rongsokan. Mari berkontemplasi, merenung untuk warna hidup yang lebih baik.

Penulis : Ryan Achdiral Juskal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.