Medan  

SAHdaR dan ICW Gelar Diskusi Terkait Masalah di Pemilu 2024

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana saat memaparkan setumpuk permasalahan jelang Pemilu 2024 di acara diskusi publik di Kota Medan, Kamis (27/7/2023). (Foto: Fadli).

MEDANHEADLINES.COM, Medan – Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar diskusi publik bertema “Mengurai Tumpukan Permasalahan Jelang Pemilu 2024” di Kota Medan, Kamis (27/7/2023).

Diskusi yang mengupas persoalan Pemilu itu menghadirkan narasumber yang berkompeten seperti: Peneliti Anggaran, Elfenda Ananda, Dosen Ilmu Politik USU, Fernanda Putra Adela, Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dan Koordinator SAHdaR. Sedangkan puluhan peserta terdiri dari mahasiswa, advokat, lembaga masyarakat sipil dan jurnalis.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, diskusi hari ini mengupas setumpuk problematika jelang Pemilu 2024. Ada sejumlah hal yang menjadi sorotan. Satu di antaranya adalah upaya masyarakat sipil untuk mendesak partai politik (Parpol) agar membuka laporan keuangan partainya. Sebab, masih banyak Parpol yang tidak bersedia memberikan laporan keuangannya ke publik.

“Ada lima daerah dan satu di tingkat pusat yang sudah kami ajukan permintaan informasi laporan keuangan Parpol. Termasuk teman-teman SAHdaR di tingkat Sumut. Namun sepertinya tidak banyak Parpol yang memberikan feedback untuk memberikan laporan mereka,” ujar Kurnia kepada wartawan usai kegiatan.

“Sehingga kemungkinan besar dalam waktu dekat SAHdaR akan mengajukan upaya ke komisi informasi Sumatera Utara,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Kurnia, mereka juga mengulas terkait dengan wacana KPU RI akan menghapus laporan penerimaan sumbangan dana kampanye. Hal ini akan berimplikasi buruk bagi Pemilu 2024 mendatang. Pasalnya, selama ini masyarakat bisa melihat apakah para Caleg jujur atau tidak melaporkan dana kampanyenya hanya melalui Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).

Sehingga kalau itu dihapus, masyarakat hanya bisa melihat laporan awal dana kampanye dan laporan akhir. Sementara masyarakat bisa mengakses laporan akhir itu beberapa bulan setelah masa pemungutan suara.

“Kalau laporan awal itu hanya menjelaskan sumber modal mereka. Jadi, upaya partisipasi masyarakat untuk mengawasi dana kampanye digergaji oleh KPU. Dan kami sedang mengupayakan agar aturan itu tetap ada di peraturan KPU mendatang,” katanya tegas.

Laporan keuangan Parpol wajib dipublikasikan

Pada kesempatan yang sama, Koordinator SAHdaR, Ibrahim Puteh mengatakan, pada saat ini pihaknya bersama ICW sedang mengajukan permohonan pengajuan informasi terkait laporan keuangan Parpol. Termasuk laporan kegiatan, penggunaan dana bantuan operasional dari pemerintah melalui skema APBN dan APBD. Akan tetapi, dari 10 permohonan tak satu pun mendapat respon.

“Nah, saat ini permohonan tersebut telah kami ajukan keberatan. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Parpol sebagai badan publik wajib untuk mempublikasikan laporan kegiatan dan keuangan mereka. Karena Parpol tidak mematuhinya, ini sangat merugikan kita semua sebagai masyarakat yang mengharapkan Parpol menjadi sebuah lembaga publik yang akuntabel, berintegritas, dan mampu melahirkan pimpinan yang baik ke depannya,” kata Ibrahim.

Menurut SAHdaR dan ICW, laporan keuangan Parpol itu merupakan salah satu hal yang sangat esensial karena ada dana publik di situ. Anggaran negara yang diambil dari pajak dialokasikan ke Parpol agar menghasilkan kader yang dalam hal ini akan menjadi pimpinan daerah. Misal Provinsi Sumut, Kota Medan, anggota DPR RI dan DPRD.

“Mereka (Parpol) sudah seharusnya mempublikasikannya ke publik. Tujuannya agar kita mengetahui mereka menggunakan anggaran negara itu dengan tepat, benar dan sesuai peruntukannya,” ucap Ibrahim.

“Kami sebagai lembaga publik yang bekerja dalam isu pengawasan tentu khawatir apabila mereka tidak mempublikasikan dana itu kepada khalayak ramai, karena rentan untuk disalahgunakan. Tidak sesuai tujuan dan fungsi dari pada anggaran tersebut,” sambungnya.

Oleh karena itu, Ibrahim berharap melalui proses permohonan ini bisa membangun kesadaran Parpol bahwa mereka adalah badan publik yang mempunyai kewajiban untuk terbuka, akuntabel dan tidak berjarak. Artinya, masyarakat umum bisa mengakses semua informasi yang tersedia di Parpol tersebut. Bukan malah menjadi informasi yang bersifat internal.

“Berdasarkan pengalaman SAHdaR saat mengajukan permohonan informasi itu, setiap Parpol menganggap laporan yang kita mohonkan hanya mereka (Parpol) yang boleh mengaksesnya. Padahal, sesuai undang-undang itu adalah dokumen yang wajib untuk dipublikasikan,” pungkasnya. (FAD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.