MEDANHEADLINES.COM – Pilkada serentak di Sumatera Utara baru saja berlalu dari hadapan kita, masih teringat dipikiran kita bagiamana pelaksanaan pilkada serentak tersebut masih memiliki masalah disana sini.
Dimulai dari masalah DPT, money politik, undangan pemilih, netralitas KPUD, BAWASLU daerah, perselisihan hasil suara, keterlibatan ASN, penyalahgunaan anggaran daerah (APBD) , penyalahgunaan anggaran bantuan Covid 19 daerah dan lain-lain. Kesemua masalah tersebut sudah berulang kali terjadi disetiap kontestasi pilkada serentak di Sumatera Utara bahkan di daerah-daerah lain di Indonesia.
Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi alasan banyak calon Kepala Daerah yang bertarung untuk membawa masalah ini ke ranah hukum, bahkan ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan keadilan dari sebuah pertarungan yang mereka anggap “ curang “. Hal tersebut dapat kita lihat dari banyaknya laporan berkas sengketa Pilkada yang masuk ke Mahkamah Konstitusi pada Pilkada serentak tahun 2020 yang lalu. Menurut data ada 136 permohonan sengketa pilkada yang dilaporakan oleh pasangan calon peserta pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut menunjukkan masih carut marutya pelaksanaan pilkada serentak di Indonesia umunya dan Sumatera Utara khusunya. Di Sumatera Utara saja ada 23 kabupaten kota yang melaksanakan pilkada serentak tahun 2020, dari 23 kabupaten yang melaksanakan pilkada tersebut kalau kita lihat ada sekitar 11 kabupaten kota yang mengajukan permohonan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi yaitu Kabupaten/Kota Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Nias Selatan, Karo, Medan, Mandailing Natal, Samosir, Nias, Asahan Tanjung Balai. Kalau Kita lihat permaslahan yang diajukan oleh para calon kepala daerah tersebut dalam sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi secara umum adalah permaslahan DPT, money politik, netralitas KPUD dan Bawalu daerah perselisihan hasil suara, ketrlibatan ASN dan Penyalahgunaan anggaran daerah (APBD), penyalahgunaan anggaran bantuan Covid 19.
Selain permasalahan Pilkada serentak tahun 2020 diatas ada hal menarik yang bisa kita lihat dalam hasil pilkada serentak di Provinsi Sumatera Utara ialah banyakya petahana yang tumbang (kalah) dalam pilkada serentak Sumatera Utara tahun 2020. Dari 23 daerah di Sumatera Utara yang melaksanakan pilkada serentak petahana yang tumbang (kalah) yaitu Kabupaten/Kota Medan, Serdang Bedagai, Samosir, Toba Samosir, Nias Utara, Labuhan Batu Utara. Pertanyaanya sekarang ialah kenapa petahana tumbang (kalah) di 6 Kabupaten /Kota di Pilkada serentak Sumatera Utara Tahun 2020?
Ada beberapa hal yang membuat petahana tumbang (kalah) dalam Pilkada serentak Sumatera Utara.
- Akumulasi dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja petahana.
- Semakin kritisnya masayarakat (pemiilih) terhadap kinerja petahana yang buruk.
- Tidak Konsistenya Petahana menjaga basis suara.
- Kegagalan Partai Politik pengusung petahana.
- Dampak Covid 19
- Akumulasi dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja petahana.
Kenapa masayarakat tidak percaya terhadap kinerja petahana di beberapa daerah Sumatera Utara? Hal teesebut dikarenakan ketidak konsistenan petahana terhadap program yang ditawarkan dan dijalalankan selama menjabat. Banyak program yang tidak menyasar langsung terhadap kepentingan masyarakat banyak., malah banyak program –program yang yang dijalankan oleh petahana menyasar kepada kepentingan kelompok-kelompok pemilik modal di daerah yang notabanenya banyak menyengsarakan masyarakat di daerah.Keberpihakan petahana kepada pemodal-pemodal didaerah tersebut membuat masyarakat tidak percaya lagi kepada petahana, sehingga tidak memilih petahana kembali dalam pilkada serentak kemaren.
- Semakin kritisnya masayarakat (pemiilih) terhadap kinerja petahana yang buruk.
Kalau kita lihat 5 tahun belakangan ini, dari berbagai penyelenggara pilkada maupun pemilu di indonesia maupun sumatera utara banyak masyaralat yang sudah kritis terhadap kinerja pemerintahan yang mereka nilai buruk. Mereka mengganggap tidak adanya perubahan yang berarti yang dibuat oleh petahana didaerah mereka, apalagi perubahan yang terjadi terhadap kehidupan mereka. Sehingga mereka tidak gampang lagi dibohongi oleh janji-janji program kerja yang ditawarkan oleh petahana pada saat pencalonan pada pilkada serentak kemaren.
- Tidak Konsistenya Petahana menjaga basis suara
Basis suara meruapakan faktor pendukung kemenangan seorang calon kepala daearah dalam pilkada daerah. Banyak petahana yang tidak menjaga yang menajdi basisnya pada pilkada serentak 2020. Mereka menganaggap tidak perlunya basis suara ini, sehingga tidak menjaganya. Padahal basis suara ini menjadi point penting dalam pemenangan seoarang calon kepala daerah. Semakin rajin dan konssiten petahana menjaga basis suara maka peluang kemenangan petahana juga semakin besar.
- Kegagalan Partai Politik pengusung petahana.
Fakor kegagalan partai politik pengusung petahana disini ialah kegagagalan partai politik pengusung petahan dalam menjaga dan mengawal janji-janji politik yang diatwarkan oleh petahana dalam bentuk program kerja yang tidak menyasar dan berpihak kepada masyarakat. Partai politik semestinya menjadi controling untuk petahana didalam menjalankan program-program kerja yang dijanjikanya pada saat kampanye. Kegagalan tersebut yang menbuat masyarakat memiliki stigma yang buruk terhadap partai politik pengusung petahana yang dinilai tidak bisa menjaga dan mengawal jalanya program-program kerja yang dijanjikan oleh petahana tersebut.
- Dampak Covid 19
Covid 19 merupakan momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat Indonesia, hampir semua bidang dikehidupan masyarakat berdampak karena adanya covid 19 ini. Pilkada serentak Tahun 2020 juga mengalami dampak yang cukup besar dalam pelaksanaanya, dimulai dari ketidakhadiran pemilih di TPS, protokol kesehatan yang harus dijalankan pada saat pemungutan suara, serta ketidakmampuan petahan mengambil peluang dalam pelaksaanan pilkada dalam covid 19 ini. Padahal banyak peluang yang bisa dilakukan oleh petahana dalam masa covid 19 ini dalam pilkada. Misalnya menjalankan program-program bantuan covid 19 dari pemerintah yang menyasar kepada masyarakat sebagai senjata petahana untuk mendapatkan simpati dan basis suara baru dari masyarakat.
Harapan masyarakat kita bersama kedepanya terhadap pelaksaan Pilkada serentak tahun 2024 yang akan datang agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat melakasanakan Pilkada dengan baik sesuai dengan prisipya jujur, bebas dan rahasia, yang dapat membentuk pemimpin-peminpin daerah yang mau memikirkan nasib masyarakatnya, disayang oleh masyarakatnya dan membawa perubahan serta perkembangan yang berati bagi daerah yang dipimpinnya sehingga terbentunya masyarakat yang sejahtera.
Penulis : Mario Firmansyah Harahap, S.Sos
Direktur Riset dan Penelitian Yayasan Institut Kolektif Medan