MEDANHEADLINES – Apakah yang terjadi dengan situasi kehidupan kebangsaan kita saat ini? Mengapa nalar sehat kita begitu sulitnya memahami berbagai perilaku “aneh” para pemimpin/pejabat/politisi terhadap kebijakan dan sikap yang mereka ambil? Adakah faedahnya bagi kita yang mencoba-coba mengingatkan perilaku buruk para pemimpin kita?
Adakah perubahan sikap anggota DPR, jika sudah banyak suara-suara mengingatkan bahwa RUU Pemilu yang mereka bahas hanyalah sebatas dagelan, “dagang sapi”, jauh dari sikap kenegarawanan, hanya mementingkan kelompok belaka? Adakah jaminan RUU Pemilu nanti akan menghapuskan perilaku buruk politisi, politik uang dalam setiap Pemilu apakah itu Pilpres, Pilkada maupun Pileg? Mengapa setiap perubahan undang-undang Pemilu selama lima tahun sekali, tetap tidak mampu melakukan perubahan mentalitas anggota DPR menjadi lebih negarawan, lebih jujur (tidak sumpah palsu), lebih bersih dari KKN?
Bagaiman pula dengan Hak Angket? Akankah ada perubahan sikap dari anggota DPR untuk membatalkan Hak Angket, meskipun pakar hukum sudah mengingatkan bahwa pembentukan Hak Angket yang ditujukan kepada lembaga KPK cacat subjeknya, cacat objeknya, cacat prosedurnya, alias cacat “isi kepalanya”? Mengapa anggota DPR tidak justru bekerjasama dengan sungguh-sungguh pada KPK untuk “menyerahkan” seluruh anggotanya yang terlibat Korupsi, dalam seluruh proyek Pemerintah? Masih adakah sebetulnya, anggota DPR yang benar-benar bersih dari KKN, bersih dari jual-beli suara, bersih dari jual-beli jabatan?
Adakah para politisi punya akal, ketika kehidupan bangsa saat ini terpuruk, dimana rakyat membutuhkan kontribusi pemikiran untuk menyembuhkannya, mereka malah memperumitnya dengan kebijakan-kebijakan yang hanya mempertontonkan birahi kekuasaan belaka? Adakah para pejabat kita punya akal sehat, jika Presiden sudah mengajak untuk melakukan pembumian Pancasila dengan membentuk UKP-PIP, maka artinya semua hal yang berkaitan dengan kepentingan pribadi dan kelompok mesti dihentikan? Apakah itu pertanda jika para politisi juga mengolok-olok UKP-PIP?
Kok ada ya, orang yang tega-teganya mengelabui rakyat dengan berbagai retorika kebenaran meski rakyat sudah tahu bahwa yang keluar dari mulutnya semuanya adalah kemunafikan? Anehnya, mengapa kita mesti sakit kepala, dengan situasi hipokrit yang sudah ada sejak merdeka ditengah kita? Bukankah kehipokritan yang terjadi saat ini adalah bukti kestabilan mentalitas para pemimpin kita terjaga dengan baik? Bukankah semestinya kita bersyukur jika hipokritisasi itu relative stabil terjaga menjangkiti seluruh elemen bangsa?
Mengapa ya, ketika banyak orang mengatakan bahwa rumah kebangsaan kita ini sudah mendekati “rubuh”, namun banyak sekali yang justru melakukan “pesta pora” dan selalu mengatakan bahwa bangsa ini “baik-baik saja”? Apakah logis ditengah berbagai masalah saat ini, semua kelompok mengatakan bahwa merekalah kelompok yang paling benar, dan sedang berbuat kebenaran? Apakah mereka ini yang disebut-sebut, sebagai orang-orang yang selalu mengatakan bahwa mereka senantiasa melakukan kebaikan pada bangsa ini, meski sesungguhnya merekalah pelaku kejahatan sebenarnya?
Mengapa ya, ketika Jokowi sebelum menjadi Presiden, selalu menyatakan bahwa bangsa kita ini “sedang sakit mental” sehingga dibutuhkan gerakan “revolusi mental”, namun sampai saat ini setelah terpilih, justru kondisi mentalitas bangsa kian sakit? Seberat apakah soal mental ini sesungguhnya, sehingga tak satupun ada konsep yang bisa dipaparkan, diketengahkan, disosialisasikan, apalagi di praktekkan oleh Pemerintah selaku penanggung jawab proyek revolusi mental ini? Apakah UKP-PIP, sekolah lima hari, adalah solusi membangun mentalitas bangsa ini? Apakah UKP-PIP, sekolah lima hari, bisa memberangus politik luang dalam Pilkada serentak 2018, Pilpres dan Pileg 2019? Adakah narkoba dan seksbebas akan hilang dengan UKP-PIP dan sekolah lima hari? Adakah hubungan konflik pembahasan RUU Pemilu antar Partai dengan upaya membangun mentalitas politisi yang Pancasilais di masa yang akan datang?
Bung Karno begitu semua orang bijak bestari, mengatakan bahwa urusan mentalitas suatu bangsa adalah urusan utama yang menentukan apakah bangsa itu akan mati atau hidup, anehnya, mengapa program-program Pemerintah justru diarahkan melakukan pembangunan fisik belaka? Mengapa semua universitas sibuk melahirkan alumni yang hanyaa mampu membangun jalan, jembatan, rumah secara fisik namun tak tahu sama sekali cara membangun mentalitas bangsa agar tidak merusak hutan, menyetop indsutri yang hanya mencemari alam, menyetop limbah beracun hasil pabrik, menyetop pertambangan yang hanya merusak lingkungan, menyetop KKN, menyetop pergaulan bebas dan narkoba? Lembaga manakah yang hari ini bertugas melahirkan orang-orang bijaksana yang Pancasilais, penuh dengan keluhuran budi, penuh dengan kehormatan dan keperkasaan jiwa, apakah itu Lembaga Adat, Perguruan Tinggi, Partai Politik, atau Semua Agama yang ada saat ini di Indonesia?
Apakah tidak sepatutnya kita renungkan, bahwa ternyata dari tahun ke tahun kita terlalu sibuk mengucurkan uang untuk membangun jalan untuk mudik ke kampong halaman, di Pantura atau Pantai Selatan, atau Trans Sumatera, atau Trans Lainnya, sementara tidak satupun ada upaya kita yang sungguh-sungguh untuk membangun jalan menuju kembali kepada Kampong Pancasila? Mengapa kita selalu mudah membangun fisik jalan ketimbang membangun Jalan Kebenaran sebagai yang kita nyatakan sudah termaktub dalam Pancasila? Adakah kita berfikir setelah sekian lama kita berada di Perkampungan Liberalisme-Kapitalisme Global, kita masih ingat jalan pulang ke Kampung Pancasila?
Apakah kita sadar jika upaya Pembinaan Pancasila itu, dalam rangka membina mentalitas bangsa, sudah dilakukan oleh proyek-proyek sosialisasi empat pilar kebangsaan, yang dilakukan oleh anggota DPD/MPR-RI, dengan dana ratusan milyar, namun yang terjadi justru semakin terjadi pembelahan di tengah kehidupan kebangsaan kita saat ini? Adakah pihak yang mencoba meminta pertanggungjawaban para pihak yang melakukan sosialisasi empat pilar tersebut, yang sama sekali tak berdampak, selain berdampak pada isi kantong pelakunya dan mensia-siakan keuangan rakyat? Adakah kita berfikir, materi apa dan bagaimana mentalitas mereka yang menyampaikan tentang Pancasila pada proyek empat pilar kebangsaan sehingga setelahnya justru suasana kebangsaan semakin buruk, dan Presiden mesti membentuk UKP-PIP?
Sekedar bertanya…
Penulis : Dadang Darmawan M,Si
Dosen FISIP USU