Mahasiswa Mata Air Bangsa (Sebuah Renungan untuk Mahasiswa)

MEDANHEADLINES – Melihat fenomena gerakan mahasiswa Indonesia saat ini, mulai dari tingkat nasional hingga tingkat regional, mulai dari gerakan secara individual hingga secara organisasional/kelompok sungguh sangat memprihatinkan. Di tahun-tahun 2016 dan di awal-awal tahun 2017, seiring dengan perjalanan konstalasi politik di Indonesia, terlihat fenomena gerakan mahasiswa yang tidak sehat, mencoreng hakikat gerakan, peran dan fungsi layaknya sebagai mahasiswa.

Hari ini, gerakan mahasiswa cenderung reaktif dan mudah terprovokasi atau terpengaruh oleh isu-isu yang dibangun suatu elit-elit penguasa. Dari fenomena ini, mahasiswa, baik secara invidu atau kelompok, terlihat terpecah-pecah, bahkan ada secara langsung atau terang-terangan menentukan sikap pro kepada elit-elit politik, berafiliasi dengan partai politik dan kepada kelompok-kelompok penguasa lainnya.

Tentunya kita tahu bahwa, sejatinya mahasiswa itu berada di tengah rakyat dan elit-elit kuasa. Posisi ini menjadi jembatan penghubung agar rakyat dapat diperhatikan, agar rakyat dapat menyampaikan aspirasi yang dirasakannya akibat kebijakan pemerintah yang menyeleweng, dapat memperhatikan rakyat apabila tidak merasakan keadilan akibat kebijakan-kebijakan elit kuasa.

Secara pribadi, saya merasa ironi dan pesimis melihat kondisi mahasiswa Indonesia saat ini. Kita ketahui saat ini, mahasiswa-mahasiswa dari negara lain fokus pada peningkatan kualitas intelektual untuk dapat memajukan bangsa dan negaranya, mahasiswa kita malah sibuk dengan isu-isu yang tidak penting, yang banyak mendistorsi pikiran dan tenaga. Mahasiswa sebagai agent of change, agent of control social, dan bagian dari kelompok intelektual, tidak lagi dimaknai secara koseptualisasi dan aktualisasi dalam kesehari-harian mahasiswa. Keindependensian telah terkoyak demi pemenuhan hasrat dan hawa nafsu eksistensi diri. Mahasiswa Indonesia saat ini terlihat sebagai jurang pemisah terhadap rakyat yang termarjinalkan, yang seharusnya dia menjadi jembatan penghubung kepada elit-elit penguasa. Mahasiswa Indonesia saat ini tidak lagi terlihat sebagai penyambung lidah rakyat kecil, akan tetapi telah menjadi penyampai sabda-sabda, menjadi malaikat penyampai firman-firman elit-elit kuasa dan kelompok-kelompok penguasa untuk mengamankan posisi dan aset pendapatnya. Mahasiswa itu pun berharap mendapat percikan sinar “cahaya”nya.

Banyak sekali yang terlihat hari ini mahasiswa mengabdikan dirinya sebagai relawan calon-calon penguasa, relawan orang-orang yang sedang bercokol di pemerintahan, bahkan berani menyumbangkan tenaga dan materinya untuk momen-momen tertentu. Relawan-relawan rakyat kecil dari kaum mahasiswa pun terlihat semakin berkurang melihat situasi psikologis mahasiswa saat ini yang terpengaruh honis dan politik praktis, sehingga mengakibatkan jauhnya mahasiswa dari rakyat. Pemandangan lembah dengan puncak gunung semakin terlihat.

Mahasiswa Sumber Mata Air Bangsa

Peristilahan “Sumber Mata Air Bangsa” ini saya pinjam dari tulisan yang diterbitkan di media online (medanheadlines. com) dengan judul “Keruhnya Mata Air HMI (Menyambut 70 Tahun Usinya). Dia adalah seorang akademisi, sekaligus menurut saya dia seorang pemikir, yang tulisannya perlu dibaca oleh setiap mahaiswa, terkhususnya kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), beliau bernama Dadang Darmawan, seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Sumatera Utara, dan pernah aktif berkecimpung di dunia mahasiswa dan organisasi mahasiswa selama delapan tahun (1992-2000) diberbagai level dan jabatan serta juga pengalaman-pengalaman yang begitu jauh jikalau dibandingkan dengan saya. Di HMI, dia pernah menjabat sebagai Ketua Umum HMI Badan Koordinasi (BADKO) wilayah Sumatera Utara periode 1997-1999.

Dalam tulisan ini, ijinkan saya mengutip beberapa pernyataan yang menurut penulis sangat penting untuk disampaikan, untuk dimaknai dan untuk direnungkan oleh kita sebagai seorang yang masih bergelut di dunia kemahasiswaan dan keorganisasian. Dadang Darmawan berpendapat bahwa, mahasiswa itu adalah manusia-manusia yang sedang dalam tahap berproses dan “sedang menjadi”. Mahasiswa bukanlah manusia-manusia praktis apa lagi terjun ke dalam dunia politik praktis yang bertujuan mengejar kuasa sejak dari bangku kuliah. Tidak nature-nya mahasiswa itu berebut atau mencari kekuasaan, sebab mahasiswa adalah kader yang “sedang menjadi” (proses penempahan diri-pen), belum “menjadi”. Mahasiswa butuh waktu mematangkan dirinya, butuh waktu menjadi seorang yang bijaksana, dan butuh waktu untuk menjadi tegar akan seluruh godaan duniawi. Sebagai tambahan dari penulis, mahasiswa butuh waktu untuk membangun karakternya dan pemikiran-pemikirannya.

Mahasiswa dengan demikian adalah suatu proses purifikasi, sebagai tempat penjernihan (dalam peristilahan pewayangan adalah proses Kawah Candradimuka-pen), mahasiswa harus sebagai pihak yang mengingatkan, sebagai pihak pendobrak, sebagai pelopor (avangarde) ketika negara atau pemerintah (elit-elit penguasa-pen) telah nyata-nyata melenceng dari janji-janjinya kepada rakyat. Mahasiswa adalah kekuatan rakyat yang tidak bergantungan (independen) pada elit-elit kuasa-pen. Mahasiswa adalah kekuatan rakyat terbuka, yang menjadi tumpuan seluruh rakyat Indonesia. Penulis sependapat dengan beliau (Dadang Darmawan), bahwa kaum mahasiswa harus menjadi lokomotif yang sejati, menyeret gerbong kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia (baik di pemerintahan maupun luar pemerintahan-pen). Menurut penulis, mahasiswa itu hanya tunduk pada kebaikan dan kebenaran.

Semestinya kita adalah mata air bangsa, tempat semua orang dapat melepas dahaga, dan mereguk kenikmatan. Mewujudkan kesatuan dan menjaga keutuhan dalam berbangsa dan bernegara dengan perbutan kita yang mulia. Kita juga harus menyuarakan kebenaran, menyuarakan dan membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, serta berjuang melawan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap kelas kaum tertindas (mustad’afin). Dan ini adalah misi ke-Tuhan-an yang diemban oleh setiap Nabi, kaum revolusioner, kaum intelektual dan pejuang-pejuang kemanusiaan.

Hidup Mahasiswa…..

 

 

Penulis : Ibnu Arsib Ritonga

Mahasiswa Hukum UISU

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.