Menilai Kedewasaan Politik Masyarakat Indonesia Lewat Media Sosial

MEDANHEADLINES, – Media Sosial atau jejaring sosial merupakan sarana baru bagi masyarakat di era teknologi digital saat ini untuk menumpahkan segala macam pendapat, ekspresi dan curhatan hati para penggunanya. Pada awalnya, tujuan dibuatnya sosial media ini adalah sebagai sarana bagi banyak orang untuk menjalin relasi sosial secara lebih luas. Sehingga setiap orang bisa terhubung dan berinteraksi dimanapun dan kapanpun tanpa harus bertatap muka secara langsung. Hingga pada akhirnya, sosial media terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan ditengah meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam mengakses informasi secara lebih cepat melalui internet. Terlebih lagi, internet memungkinkan setiap orang untuk memberikan tanggapan secara langsung terkait informasi yang diterimanya.

Fungsi sosial yang diberikan oleh sosial media kepada masyarakat untuk menumpahkan segala ekspresi serta pendapatnya di akun mereka masing – masing, tidak sedikit membuat sosial media menjadi ajang untuk saling beradu argumen antar sesama netizen. Disana mereka seolah telah mendapatkan kebebasan yang begitu besar untuk saling menanggapi, membantah bahkan menghujat satu sama lain dengan begitu “kekeuh”nya sesuai dengan klaim kebenarannya masing – masing. Sedikit menggelitik dan lucu, sekaligus juga miris melihat tingkah kekanakan para netizen tersebut saat mempertahankan egonya masing – masing. Ibaratkan sebuah ring tinju yang tidak ada wasitnya, begitulah parodi menggelikan yang bisa kita saksikan saat melihat debat kusir yang terjadi dalam kolom komentar dan linimasa sosial media.

Secara khusus di Indonesia, perang argumen yang paling panas di sosial media berawal dari Pemilu 2014. Isu Pemilu 2014 akhirnya berhasil membagi netizen menjadi dua kubu, yaitu Kubu Joko Widodo dan Kubu Prabowo yang merupakan calon presiden pada saat itu. Pertunjukan pun dimulai saat masing – masing pendukung membagikan status yang disertai dengan link berita yang mendukung argumennya, baik yang bertujuan untuk menunjukkan kelebihan dari jagoannya tersebut, hingga informasi seputar kelemahan lawan politiknya. Dan bisa ditebak, isi status tersebut pasti akan dipenuhi dengan berbagai macam komentar pro dan kontra yang tidak sedikit berujung pada debat kusir. Seperti twitter misalnya, perang wacana politik juga kerap terjadi dalam bentuk adu hashtag. Masing – masing pendukung akan saling beradu hashtag untuk menunjukkan siapa yang paling kuat dan hebat di linimasa twitter.

Pasca terpilihnya Joko Widodo menjadi presiden RI, perseteruan pun terus berlanjut dengan lahirnya istilah baru, lovers dan haters. Lovers dan Haters merujuk pada orang – orang yang mendukung (pro) dan yang berseberangan (kontra) dengan Presiden Jokowi beserta dengan orang – orang yang disebut – sebut sejalan dengannya, salah satu yang terdekat dan paling sering kena sasaran para haters yaitu Gubernur Non Aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Coba saja amati, sebagian besar netizen pendukung Jokowi, juga mendukung Ahok, sebaliknya juga begitu yang dulunya kontra dengan Jokowi, sebagian besar pasti juga kontra dengan Ahok.

Perseteruan dua kubu inilah yang sebenarnya menjadi garis besar pertentangan yang dewasa ini kerap terjadi di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan isu – isu politik di tanah air, dan yang terdekat adalah isu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta. Namun sayangnya, perpecahan antar masyarakat melalui media sosial ini semakin diperkeruh dengan hadirnya beberapa situs – situs berita online dadakan yang kerap mengambil keuntungan dari perdebatan antar netizen tersebut. Dalam perspektif bisnis internet, semakin ramai berita anda dibahas dan dibaca banyak orang, maka traffic website berita online anda akan semakin tinggi. Melalui traffic lah, iklan – iklan dan royalti adsense (iklan melalui google) akan semakin bertambah dalam wujud profit (uang). Motif seperti inilah yang sebenarnya banyak yang tidak diketahui oleh kebanyakan netizen, khususnya di Indonesia.

Maka tidaklah mengherankan, aksi berdebat kusir dan adu argumen para netizen pun akhirnya sering dimanfaatkan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendulang keuntungan. Maka diciptakanlah berbagai macam berita bernada provokatif, yang sebagian besar kebenaran beritanya sangat diragukan atau hoax untuk dibagikan ke berbagai media sosial, seperti facebook, twitter, youtube, kaskus, dan lain sebagainya. Tujuannya tak lain adalah agar para netizen terpancing untuk membagikan berita tersebut di laman media sosial mereka masing – masing, sekaligus menjadi bahan berdebat kusir, hingga akhirnya berita tersebut menjadi viral dan kantong penghasilan pun bertambah ke pemilik website tersebut.

Maka dari itulah, kedewasaan kita dalam menggunakan media sosial, khususnya dalam menganggapi setiap isu dan pemberitaan di media – media online sangatlah dibutuhkan. Sebagai netizen, penting sekali bagi kita untuk lebih teliti lagi dalam menanggapi dan membagikan informasi, apakah informasi yang kita bagikan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya atau tidak, berasal dari sumber yang dipercaya atau tidak. Selain itu, tidak perlu juga terlalu berlebihan dalam menanggapi setiap berita dan komentar didalam link berita tersebut, yang akhirnya menjebak kita kedalam debat kusir yang tidak ada gunanya. Alangkah lebih bijaknya agar kita menghindari diri dari forum yang tidak sehat, daripada disibukkan dengan aktifitas yang justru menguras energi serta pikiran kita. Karena pada dasarnya, yang kita butuhkan di media sosial itu adalah jaringan pertemanan dan informasi, bukan permusuhan dan perseteruan.

Jadi, marilah kita bijak dalam menggunakan sosial media sesuai dengan fungsinya. Teliti dalam menyaring segala informasi, jangan terjebak pada perseteruan dan perdebatan yang tidak ada gunanya, dan cerdaslah dalam menyikapi setiap isu dengan memberikan komentar dan tanggapan yang membangun. Berkomentar di media sosial pada dasarnya sah – sah saja, asalkan itu dalam rangka berbagi pikiran dan sharing informasi yang membangun. Jika diskusi yang dibangun sudah mengarah pada hal – hal yang destruktif, maka disitulah celah perpecahan akan terjadi, dan hal itulah yang sebenarnya sangat tidak kita harapkan terjadi di republik ini. (11/17/2016)

Penulis : Fauzan Ismail

Alumni FISIP USU / Praktisi Sosial Media

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.