MEDANHEADLINES, Medan – Peristiwa aksi unjuk rasa 4 Nopember memberikan catatan fenomenal pasca gerakan mahasiswa 1998, tidak saja karena jumlahnya yang massif tetapi juga karena meluas di seluruh Indonesia.
Namun, perlu dicatat, meski pun issunya menyerempet SARA, namun fokusnya masih ke individu Ahok, tidak menyerempet ke kelompok agama dan etnis tertentu. Kita tidak menutup mata bahwa ada beberapa catatan kritis misalnya ucapan beberapa tokoh yang cenderung kasar, menista tokoh-tokoh tertentu, bahkan ke Presiden Jokowi. Juga ada ria-riak ketegangan dan kekerasan antara demonstran dengan polisi, juga penjarahan di daerah korban penggusuran di era Ahok yang justru tidak terkait unjuk rasa damai ini.
Namun, berkat kejelian aparat kepolisian, kematangan TNI, serta kemampuan pengunjuk rasa mengendalikan diri, catatan-catatan tadi tidak sampai menimbulkan kerusakan yang parah atau kerusuhan sosial, meski jumlah pesertanya ratusan ribu dan berlangsung hingga malam hari.
banyaknya peristiwa menarik dimana demonstran dan polisi saling membantu, ada regu kebersihan dan kejadian positif lainnya. Pelajaran berdemokrasi, plus minus kita dapatkan sebagai anak bangsa.
Namun Persoalan kita yang serius adalah bagaimana memastikan proses hukum berjalan adil, dengan cara yang transparan sebagaimana dimintakan oleh Presiden Jokowi. Dialog-dialog yang intensif juga sudah dilakukan Presiden dengan para ulama, utamanya NU, Muhammdiyah dan MUI sebagai organisasi utama ummat Islam. Memang tidak ada jaminan bahwa hasil penyelidikan kepolisian akan diterima semua pihak, apa pun hasilnya, apakah Ahok akan diputuskan bersalah atau sebaliknya tidak bersalah. Sekali lagi, di situ lah dialog dibutuhkan, kearifan dikedepankan.
Namun,ditengah usaha dialog yang dilakukan, kita terkejut manakala tengah malam menjelang dini hari, Polda Metro Jaya menangkap Ismail Ibrahim seorang aktifis mahasiswa yang juga merupakan anggota HMI, dan lebih mengejutkan lagi ditangkapnya Sekretaris JenderaI Pengurus Besar HMI. Sdr. Ami Jaya. Langkah ini tidak saja menodai langkah-langkah pemerintah yang sudah berupaya menyejukkan situasi, mengajak dialog penyelesaian masalah, juga dapat meningkatkan eskalasi ketegangan yang semestinya dikedepankan pihak kepolisian.
Jika alasan unsur pidana yang dikedepankan, maka kita pun bisa mempersoalkan beberapa hal. Pertama, seberapa parah rupanya pelanggara hukum yang dilakukan aktifis HMI ini. Kedua, apakah cuma aktifis HMI yang bisa dikatakan melanggar hukum, atau malah lebih jauh disebut sebagai provokator.
HMI adalah bagian kecil saja dari gerakan massa 4 Nopember, tidak satu pun dari mereka berada di pucuk pimpinan aksi unjuk rasa. Dengan begitu, mereka tak lebih warna-warni gerakan massa saja, dan tidak terlalu menentukan wajah aksi tersebut. Jadi, tindakan kepolisian ini terlalu gegabah, malah bisa mendorong aksi yang lebih emosional lagi dan mengurangi kepercayaan akan dialog yang sudah ditawarkan. Ada kesan karena HMI adalah organ yang paling ringan beban politiknya, maka maka mereka lah yang disasar, dijadikan “kambing hitam” riak-riak aksi unjuk rasa 4 Nopember kemarin.
Oleh karena itu,Tindakan penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian ini sangat bertentangan dengan kemauan pemerintah mau pun ulama dan tokoh-tokoh masyarakat, yang menginginkan agar penyelesaian masalah ini dilakukan dengan bermartabat dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Penulis : Ahmad Taufan Damanik,
Dewan Pakar KAHMI SUMUT dan Dosen FISIP USU