Dinyatakan Bersalah, Hakim Vonis Dzulmi Eldin 6 Tahun Penjara

Wali Kota Medan Dzulmi Eldin

MEDANHEADLINES.COM, Medan – Majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 Juta subsider 4 bulan kurungan kepada Walikota Medan non aktif, Dzulmi Eldin karena dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yakni menerima suap Rp2,1 miliar dari sejumlah Kepala OPD.

Putusan ini dibacakan majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz dalam persidangan yang digelar secara teleconfrence, Kamis (11/6).

Dalam Sidang ini , Majelis hakim dan penasihat hukum berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sementara terdakwa tetap berada di Lapas Kelas IA Tanjung Gusta, Sedangkan tim penuntut umum KPK berada di Kantor KPK Jakarta

“Menghukum terdakwa Dzulmi Eldin berupa pidana penjara selama 6 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan,” kata Abdul Aziz di ruang Cakra II PN Medan

Selain itu majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan bagi Dzulmi Eldin berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun.

“Menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa Dzulmi Eldin selesai menjalani pidana pokoknya,” tegas Aziz.

Putusan hakim ini lebih rendah setahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya tim penuntut umum Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada persidangan 14 Mei 2020 meminta agar Dzulmi Eldin dihukum 7 tahun penjara dengan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menyikapi putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum KPK menyatakan pikir-pikir.

Dalam nota dakwaan, Dzulmi Eldin didakwa telah melakukan perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap yakni berjumlah Rp 2.155.000.000 dari beberapa Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/pejabat Eselon II Pemkot Medan juga kepala BUMD.

Perbuatan ini diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam dakwaan disebutkan Dzulmi Eldin menerima uang antara lain dari Isa Ansyari (Kepala Dinas PU), Benny Iskandar (Kadis Perkim), Suherman (Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah), Iswar S (Kadis Perhubungan), Abdul Johan (Sekretaris Dinas Pendidikan), Edwin Effendi (Kadis Kesehatan), Emilia Lubis (Kadis Ketahanan Pangan), Edliaty (Kadis Koperasi dan UKM), Muhammad Husni (Kadis Kebersihan dan Pertamanan), Agus Suryono (Kadis Pariwisata), Qomarul Fattah (Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Usma Polita Nasution (Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga).

Kemudian Damikrot (Kadis Perdagangan), S. Armansyah Lubis alias Bob (Kadis Lingkungan Hidup), Sofyan (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Hanalore Simanjuntak (Kadis Ketenagakerjaan), Renward Parapat (Asisten Administrasi Umum), Khairunnisaa Mozasa (Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat) Rusdi Sinuraya (Dirut PD Pasar), Suryadi Panjaitan (Direktur RSUD Pirngadi), Zulkarnain (Kadis Kependudukan dan Pencatatan Sipil), Hasan Basri (Kadis Pendidikan), Khairul Syahnan (Asisten Ekbang), dan Ikhsar Risyad Marbun (Kadis Pertanian dan Perikanan).

Uang itu diterima melalui Kepala Sub Bagian Protokol Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Medan, Samsul Fitri. Padahal Dzulmi Eldin mengetahui atau patut menduga bahwa uang itu diberikan agar dia tetap mempertahankan jabatan para pemberi.

Para kepala OPD yang diangkat terdakwa karena jabatannya memperoleh manfaat dari mengelola anggaran di satuan kerjanya masing-masing.

Perkara ini berawal saat Dzulmi Eldin memberikan kepercayaan pada Samsul Fitri untuk mengelola anggaran kegiatan Walikota, baik yang ditampung pada APBD maupun non budgeter.

Untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang tidak ada dalam APBD tersebut, dia memberikan arahan kepada Samsul Fitri untuk meminta uang kepada Kepala OPD di Lingkungan Pemko Medan guna mencukupi kebutuhan itu.

Samsul Fitri menindaklanjuti arahan itu dengan meminta uang kepada para kepala OPD/pejabat eselon II. Salah satu permintaan itu terkait kebutuhan dana yang untuk menutupi kekurangan anggaran dalam perjalanan Dzulmi Eldin menghadiri undangan perayaan peringatan 30 tahun ‘Program Sister City’ di Kota Ichikawa, Jepang pada 15-18 Juli 2019.

Dalam kunjungan ini, Dzulmi Eldin membawa istri dan dua anaknya. Sejumlah kepala OPD juga ikut serta. Total dibutuhkan Rp 1,5 miliar untuk dana akomodasi kunjungan ke Jepang itu. Sementara APBD Kota Medan hanya mengalokasikan Rp 500 juta.

Permintaan dana, termasuk untuk kunjungan ke Jepang itu, dituruti para kepala OPD atau pejabat eselon II Pemkot Medan. Secara keseluruhan, Dzulmi Elddin melalui Samsul Fitri beberapa kali menerima uang secara bertahap. Totalnya berjumlah Rp 2.155.000.000.

Penerimaan uang itu berakhir pada saat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Selasa (15/10) hingga Rabu (16/10) dinihari. Dzulmi Eldin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari, dan Samsul Fitri dijadikan sebagai tersangka.

Dalam kasus ini Isa Ansyari dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara Syamsul Fitri diganjar 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.