Membangun Peradaban dari Kampus

MEDANHEADLINES – Universitas atau Perguruan Tinggi adalah suatu wadah dan juga lembaga pendidikan yang paling tinggi dari lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dia menjadi jenjang yang lebih tinggi bukan karena kemewahan dan kemegahan namanya atau gedungnya. Dia mengemban derajat yang paling tinggi karena cita-citanya,tujuannya, lingkungannya yang sangat ilmiah, kreasinya, aktivitasnya, produktivitasnya, dan bahkan universitas atau perguruan tinggi dapat merubah kehidupan masyarakat dunia. Peran-perannya sangat mustahil dapat dilakukan sekolah-sekolah yang di isi anak-anak dan remaja.

Dia menjadi lorong-lorong intelektual yang menghasilkan manusia-manusia super yang dapat mewujudkan dan perbaikan dari kerusakan di dunia ini. Kampus (nama dalam kesehari-hariannya) adalah taman-taman intelektual para ummat manusia yang ingin merubah tatanan masyarakat. Keilmiahan dan kebebasannya begitu juga kemerdekaannya dalam berpikir dan bertindak (seperti penelitian) menjadi ciri khas utama kampus dibanding sekolah-sekolah dasar dan menengah. Dengan kebebasan dan kemerdekaannya dalam keintelektualan, dia pun dapat menjadi alat produktivitas ide-ide pemikiran yang diwujudkan dalam penemuan-penemuan sesuatu yang bisa berguna bagi manusia. Dalam keintelektualannya (keilmiahannya), dia pun dapat memecahkan rahasia-rahasia Tuhan di dalam alam semesta ini.

Lorong-lorong intelektual ini, terbukti telah banyak menerbitkan tokoh-tokoh besar di dunia. Sebelum Masehi, daerah kota kecil di Yunani, tokoh-tokoh filsafat bermunculan dalam memecahkan problem-promblem yang dihadapi manusia. Mereka lahir dari lorong-lorong intelektual, walaupun penamaan dan gedungnya tidak seperti sekarang. Akan tetapi, aktivitas-aktivitas yang dilakukan masih sama persis dilakukan oleh masyarakat-masyarakat Perguruan Tinggi saat ini. Tak heran kalau ide-ide pemikiran Thales, Anaximenes, Anaximandros, Phytagoras, Epicorus, Zeno, Cicero, Socrates, Plato, Aristoteles dan yang lainya masih diperbincangkan di dunia akademis dari dahulu hingga sekarang.

Di zaman Nabi Muhammad, dia menanamkan ajaran Islam lewat ceramah-ceramah di Masjid. Masjid bukan hanya tempat shalat, tapi juga tempat menuntut ilmu. Dari kuliah-kuliah yang berikan Nabi SAW. membuat para pengikut-pengikutnya (Sahabat-sahabat) dapat memahami Islam dan kemudian menjadikan keimanannya semakin kuat. Bukan hanya kualitas iman, kualitas ilmu juga sangat luar biasa, contohnya seperti Ali bin Abi Thalib. Aktivitas itu pun tentunya sering kita jumpai dalam suatu kampus.

Setelah masa Nabi, di masa keemasan Islam, ilmu pengetahuan berkembang semakin pesat. Dari hal-hal yang diyakini tidak bisa dilakukan manusia menjadi bisa dilakukan manusia. Perkembangan ide-ide pemikiran dan filsuf-filsuf Islam di Timur dan di Eropa membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dapat menjawab segala problema-problema manusia. Baik dari bidang kesehatan (terkenal dengan Ibnu Sina), bagian hukum, politik dan lain-lainnya. Tokoh-tokohnya seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Kwarizmi dan sederet nama-nama lainnya. Semua ini lahir dari lorong-lorong intelektual, walau pun berbeda corak gedung atau tempatnya. Sekali lagi, aktivitas-aktivitasnya tidak pernah berbeda, bahkan kampus saat ini ada yang meniru gaya mereka dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, baik dari segi rasionalitas maupun secara empirik.

Tidak kalah juga di benua Eropa (Barat). Setelah kejatuhan masa kejayaan Islam, terjadi Revolusi Industri, masa ini disebut-sebut dengan masa Reneisans atau juga ada istilah lainnya Aufklarung. Masa-masa pencerahan ini awal kebangkitan Barat dari dominasi kekuasaan Gereja. Hingga saat ini, tidak bisa dipungkiri dunia telah didominasi oleh eropa baik secara ide-ide pemikiran maupun budaya. Kemajuan tekhnologi di zaman modern ini menjadikan Barat di atas angin dan mencapai masa kejayaan dari sekitar abad ke-16 hingga sekarang. Sederet tokoh-tokoh besarnya adalah seperti Rene Descartes, Galileo Galilei, Issac Newton, Thomas Alvaedison, Immanuel Kant, Montesqueu, Charles Darwin, Hegel, Karl Marx, Frediech Neitzsche, Jean Paul Sartre dan sederet tokoh-tokoh lainnya dalam bidangnya masing-masing. Mereka semua lahir dari lorong-lorong intelektual (kampus). Kampus yang berkompeten dan mempunyai arah terget tujuan yang jelas dalam keilmuan. Walau pun ada yang tidak selesai, akan tetapi kampus sebagai tempat pertama menajamkan ide pemikirannya menjadi bukti.

Memasuki abad ke-20, di bagian Timur (negeri Islam), kemudian bermunculan tokoh-tokoh pembaharu untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat Islam atau khalayak umum. Berbagai ide-ide pemikiran disebarkan begitu juga gerakan-gerakan yang massif dan juga kohesif. Sederet tokoh-tokoh itu adalah seperti Al-Afghnai, Muhammad Abduh, Al-Kwakibi, Al-Maududi, Murtadha Mutahhari, Ali-Syari’ati dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka pun lahir dari lorong-lorong intelektual (kampus).

Kalau lihat di negeri pertiwi kita ini, tokoh-tokoh besar dari pra-kemerdekaan hingga sekarang mayoritas lahir dari lorong-lorong Perguruan Tinggi. Sejarah pendidikan di Indonesia ini sangat menyedihkan kalau kita pahami betul-betul. Dahulu (zaman koloni Belanda) untuk mendapatkan pendidikan sangat susah. Dalam sejarah Indonesia, pendidikan itu terbagi di dua tempat. Pertama pendidikan yang diselenggarakan pihak Belanda dan yang dapat bersekolah disitu adalah mereka anak-anak priyayi atau anak-anak kaya. Yang kedua adalah pendidikan yang didirikan tokoh-tokoh agama, yaitu mendirikan pondok-pondok pesantren, dan ini di isi oleh santri-santri (bangsa pribumi) yang kurang mampu dan pendidikannya jauh dari pendidikan modern atau secara tradisional dibanding sekolah-sekolah Belanda.

Maka dari itu., saat Indonesia mencapai kemerdekaannya. Sarjana-sarjana asli bumi putra masih sedikit, terhitung dengan jari. Misalnya seperti Ir. Soekarno (di didik disekolah Belanda), ada Hatta, Yamin, Tan Malaka dan sarjana-sarjana bumi putra yang kuliah di Belanda. Selain dari sarjana-sarjana sekolah Belanda, tidak tinggal juga peran sarjana-sarjana atau kelompok-kelompok terdidik dari Timur, seperti Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang menempuh pendidikan di Arab dan sempat bertemu dengan tokoh pembaharu Islam, Muhammad Abduh.

Memetik pelajara dari masa lampau

Mereka (tokoh-tokoh di atas) lahir dari lorong-lorong kampus, mengalami dinamika-dinamika intelektual, dan merubah keadaan dari ide-ide pemikiran yang diaplikasikan. Mereka pernah menjadi mahasiswa, pelajar atau murid, tentunya bukan sekedar mahasiswa, pelajar dan atau murid. Dengan pengalaman-pengalaman itu semua, mereka dapat memimpin suatu bangsa, membuat perubahan pada waktu itu. Hingga saat ini, jasa-jasa itu tak akan pernah terhapus dari lembaran sejarah.

Dari awal hingga akhir, ada beberapa hal yang harus kita petik untuk menjadi pelajaran atau referensi bagi kita untuk saat ini dan yang akan datang. Melihat fenomena kondisi kampus-kampus di Indonesia ini, begittu juga mahasiswanya sangat memprihatinkan. Tujuan kampus hari ini (mayoritas swasta atau negeri) menurut saya kurang jelas (abstrak). Kampus sepertinya telah dikomersilkan. Dijadikan tempat pemenuhan penghasilan pendapatan meteri (uang). Keilmiahan dan memberikan pendidikan kepada mahasiswa sudah sangat jauh dari harapan. Mahasiswanya juga terlelap dengan keadaan hedonisme sehingga dia tidak sadar akan peran fungsinya sebagai mahasiswa.

Mahasiswa tidak sadar (mayoritas), bahwa kelak dialah yang akan mengisi negeri ini, karena dia adalah generasi-generasi penerus. Bagaimana negeri ini maju secara kualitas dan kuantitas jikalau mahasiswanya (pemuda) tidak menyiapkan apa yang harus dipersiapkan nanti. Kemegahan dan kemewahan dari sarana prasarana yang mudah diakses telah membutakannya. Seharusnya, dengan kecanggihan tekhnologi sekarang mahasiswa dapat memanfaatkan untuk pemenuhan ilmu pengetahuan.

Hal-hal yang harus kita petik dari pembicaraan sejarah di atas adalah menjadikan kampus sebagai tempat untuk mewujudkan kemajuan intelektual, kampus dapat menyelesaikan atau menjawab persoalan-persolan yang dihadapi masyarakat. Lewat kajian-kajian ilmiah yang sistematis dan obyektif. Kampus harus dapat menerbitkan manusia-manusia yang berkualitas dan insan-insan pembaharu. Kampus harus mempunyai program-program yang terorganisir untuk kemajuan sumber daya manusia sehingga dapat mengolah dan mengembangkan sumber daya alam yang sifatnya terbatas. Tidak terlepas dari itu semua, mahasiswa sebagai generasi harus meningkatkan kualitasnya, bukan hanya un sich belajar diruangan dengan mengharapkan Indeks Prestasi (IP) yang hanya diukur dengan angka. Mahasiswa harus mempersiapkan dirinya menghadapi masa-masa yang akan datang. Nilai-nilai yang disimbolkan dengan angka itu hanya sebagai simbol kalau tidak mempunyai Emotional Quality, Intelectual Quality, and Spritual Quality. Sejatinya Kampus yang dihuni masyarakat-masyarakat akademis (terkhusus Mahasiswa) kiranya menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian guna mewujudkan kemajuan peradaban manusia.

 

Penulis : Ibnu Arsib

Mahasiswa Fakultas Hukum UISU dan Instruktur HMI Cabang Medan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.