Kisruh Politik: Antara Realitas Dan Hiperrealitas

MEDANHEADLINES – Situasi perpolitikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) barangkali sedang Memasuki Fase Ujian Berat. Hal ini Setidaknya Tercermin dari Silang Sengketa Wacana yang Secara Sederhana Mengerucut pada Dua Arus Besar. Satu, kelompok Pembela Ahok yang Mengklaim Diri Sebagai Penjaga Toleransi, Kebhinekaan dan 100% Pengamal Pancasila. Kedua, kelompok Pembela Agama. Mereka dipersatukan oleh ‘Muncung’ Ahok yang Gemar Asal Bicara dan Perlakuan Rezim Pemerintahan Jokowi yang dianggap Melindungi Ahok. Saling sikut antar kelompok ini dikemas apik melalui Perantara Media Massa. Seakan jadi Menu yang wWajib dikonsumsi Publik tanpa Henti setiap Hari.

Siapa yang paling benar? Mana paling nyata? Atau memang seburuk itukah kondisi kita sekarang? Sulit untuk ditentukan. Mengacu pada istilah Jean Baudrillard, barangkali inilah fenomena Hiperrealitas. Ya, suatu keadaan di mana kepalsuan Bersatu dan saling Bercampur Baur dengan keaslian. Fakta bersimpang siur dengan Rekayasa, sedangkan tanda Melebur dengan Realitas, disisi lain Dusta Bersenyawa dengan Kebenaran. Umberto Eco secara singkat mengatakan bahwa Hipperrealitas sebagai Palsu yang Otentik.

Masing-masing pihak melalui Perantara Media saling Melahirkan Pencitraan-Pencitraan bahwa kelompok mereka Paling Benar. Sebaliknya, Kelompok lawan dicitrakan sedemikian Busuk sebagai Penista, Penipu, Pembohong, Perampok, Pencuri, Pencoleng, Otoriter dan Perusak Kondusifitas Bangsa. Segala cara dilakukan untuk mempengaruhi, Merebut Hati dan Simpati Publik. Atau dalam Istilah lain, Hiperealitas juga Melahirkan Tipuan-tipuan yang terasa sangat Nyata dan seolah Hadir dalam Kehidupan kita Sehari-hari. Padahal Masyarakat Indonesia sedang Larut dan Bertamasya diantara Puing-Puing Realitas Asli.

Menariknya, Gesekan antar Kelompok tersebut boleh dikata lebih Mengkhawatirkan di Dunia Maya, daripada di Dunia Nyata. Perselisihan di Dunia Maya jauh lebih Ganas sekaligus Memuak-kan untuk diikuti. Syukurnya, karna sekedar Hipperealitas, kita sadar bahwa apa yang terjadi di Dunia Maya tidak melulu Berbanding lurus dengan di Dunia Nyata. Toh buktinya Republik ini masih Berjalan, Cukuplah bila dikategorikan Masih Aman. Kisruh yang terjadi hanya Berada di Dinding Facebook melalui Meme dan Komentar Nyinyir antar kelompok. Memang ada Beberapa yang Membawa Persoalan di Dunia Maya ke Dunia Nyata melalui UU ITE. Tapi boleh dikata, Jumlah ini Hanya Segelintir dari Ribuan Kegaduhan yang terjadi di Media Sosial setiap Hari.

Saya jadi Membayangkan, Bagaimana jika si Pembela Ahok dan si Anti Ahok Bertemu dalam Satu Tempat yang Sama. Apa yang akan Terjadi? Bisakah dipastikan Bakal terjadi Pertempuran Dahsyat layaknya Pertarungan di Arena dinding Facebook? Atau Jangan-jangan Biasa saja. Bahkan mereka Saling Tegur Sapa, Saling curhat soal Kehidupan Ekonomi yang semakin Hari Semakin Rumit. Sebab Keduanya Sama-Sama Memeras Keringat untuk Membeli Cabe yang Harganya Melambung Setinggi Langit.

Jika demikian, apa yang Sesungguhnya Terjadi? Semoga saja Masyarakat Indonesia yang latah ikut bertarung dan terjerumus dalam pertarungan antar kelompok tadi bukanlah korban sebenarnya, bukan pula sebenar-benarnya korban. Ya, korban dari para elit yang bukan sedang bertarung mempertahakan prinsip maupun nilai ideologis. Tapi hanya sekedar berebut “kue” bernama kekuasaan. Dimana masing-masing pihak saling memecah dan membentuk arus kekuatan melalui kelompok kelompok yang sengaja Diciptakan. Semoga Bukan Begitu, Semoga Saya Salah, Semoga….

Penulis : Amin Multazam

Alumnus Antropologi Fisip USU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.