MEDANHEADLINES.COM, Medan – Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Mohammad Saihu menyampaikan bahwa Provinsi Sumut masuk peringkat pertama karena paling banyak penyelenggara Pemilu yang dilaporkan ke DKPP. Totalnya ada 82 teradu hingga November 2023.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi Ngetren Media ‘Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media’ di Lee Polonia Hotel Jalan Jendral Sudirman, Kota Medan, Rabu (29/11/2023).
Mohammad Saihu menjelaskan, untuk posisi keduanya adalah Provinsi Aceh dengan total 67 teradu. Ketiga, Jawa Barat sebanyak 38 teradu. Keempat, Bengkulu sebanyak 27 teradu dan kelima, Jawa Timur sebanyak 20 teradu. Seluruh teradu tersebut, selama tahapan Pemilu 2024 pada tahun ini.
Saihu mengungkapkan, pelanggaran tahapan dari lima provinsi itu, pembentukan badan penyelenggara atau adhoc sebanyak 262 teradu atau 65 persen. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu sebanyak 38 teradu atau 12 persen.
Kemudian, pembentukan Panwas Adhoc sebanyak 36 teradu atau 10 persen. Pencalonan legislatif, capres-cawapres sebanyak 19 teradu atau 6 persen.
Tidak menutup kemungkinan angka pengaduan terhadap penyelenggara Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu akan meningkatkan hingga akhir 2023.
“Khusus untuk Sumut, dengan jumlah teradu 82 orang, dengan amar putusan 55 rehabilitasi. 26 tidak terbukti dan 1 PDJ,” kata Saihu saat menyampaikan materi dengan tema ‘Peran, Tugas, dan Kewenangan DKPP Jelang Pemilu dan Pilkada 2024’.
Disinggung apa upaya DKPP untuk menurunkan angka pengaduan terhadap penyelenggara Pemilu? Saihu mengatakan bahwa peran jurnalis dan media memberikan kontribusi besar untuk memberikan pemahaman atas etika dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.
“Sebenarnya hasil sidang DKPP yang sudah tersebar oleh media. Itu kan bisa jadi warning bagi penyelenggara. Kita ada program sosialisasi, ada program seperti ini,” katanya.
Selanjutnya, Saihu mengatakan, media juga memberikan peran besar agar tingkat kepercayaan publik terhadap DKPP terus meningkat, dengan proses dilakukan DKPP terhadap penyelenggara Pemilu yang menggelar aturan dan kode etik.
“Tapi secara implisit, kegiatan yang dilakukan DKPP, terutama soal persidangan, kan dibaca juga oleh masyarakat. Oh, ternyata yang terjadi di DKPP seperti ini,” ujar Saihu.
Saihu mengatakan apa yang diberitakan terkait amar putusan terhadap penyelenggara Pemilu memberikan efek luar kepada oknum-oknum teradu tersebut. Sehingga akan memberikan dampak yang baik.
“Orang akan membaca dan itu efeknya luar biasa buat penyelenggara, orang gak akan mau dilaporkan ke DKPP. Meskipun, tadi saya bilang lebih banyak direhabilitasi ataupuan hanya dapat teguran. Tapi kalau orang sudah di sidang, itu kan pengaruh, karena jejak digital itu kan ada, orang diberitakan di sidang, itu kan membawa efek,” pungkasnya.
Kegiatan diskusi ini juga menghadirkan Herdensi Adnin sebagai narasumber. Ia menjelaskan DKPP RI ini sipatnya pasif dengan bertugas melakukan pemeriksaan terkait dengan pengaduan terhadap penyelenggara Pemilu, baik KPU atau Bawaslu dari pusat hingga daerah.
“Namanya memeriksa orang, harus ada laporan dulu baru diperiksa. Jadi, DKPP itu tidak serta merta mengambil perkara itu dan disidangkan,” ucap mantan Ketua KPU Sumut itu. (Red)