Siarkan Secara Langsung Aksi Demonstrasi, Stasiun TV di Thailand di Tutup Pemerintah

Para pedemo pro demokrasi memadati jalan saat aksi protes anti pemerintah, pada peringatan 47 tahun pemberontakan mahasiswa tahun 1973, di Bangkok, Thailand, Rabu (14/10/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva/FOC/djo

MEDANHEADLINES.COM– Sebuah kantor berita di Thailand ditutup oleh pemerintah karena dituduh mengancam keamanan nasional dengan menyiarkan secara langsung aksi aksi demonstrasi.

Menyadur The Guardian, Rabu (21/10/2020) Voice TV, stasiun TV yang sebagian dimiliki oleh keluarga mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, adalah salah satu dari empat organisasi media yang dikecam karena melaporkan gerakan protes pro-demokrasi.

Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota setiap hari untuk demonstrasi, melanggar larangan yang diberlakukan akhir pekan lalu yang melarang pertemuan lebih dari empat orang.

Ribuan demonstran menuntut perdana menteri Prayut Chan-O-Cha – yang pertama kali berkuasa melalui jalur kudeta – untuk mengundurkan diri dan reformasi monarki kerajaan.

“Kebebasan media penting tetapi dalam beberapa kasus ada beberapa media yang menyebarkan informasi yang menyimpang yang memicu keresahan,” kata Prayut kepada wartawan setelah rapat kabinet menyusul putusan di pengadilan Bangkok pada Selasa.

Kantor media tersebut diduga menerbitkan dan menyiarkan materi yang “melanggar undang-undang kejahatan komputer dan keputusan darurat”, menurut kementerian ekonomi digital dan masyarakat Thailand.

Pejabat dari Voice TV, Makin Petplai membantah liputan aksi protes yang mereka lakukan membahayakan keamanan nasional.

“Selama 11 tahun, Voice TV telah berkomitmen terhadap demokrasi, memberikan ruang bagi opini orang dari semua sisi dengan keterbukaan, transparansi, dan tanggung jawab terhadap fakta,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Komentator politik Voice TV ,Virot Ali mengatakan stasiun tersebut akan terus menyiarkan berita secara online sampai menerima perintah tertulis dari pengadilan.

“Ini campur tangan langsung negara,” katanya. “Kami dipilih karena negara ingin menghalangi platform lain.”

Klub Koresponden Asing Thailand menyatakan keprihatinan yang mendalam bahwa polisi Kerajaan Thailand sedang menyelidiki Voice TV, bersama dengan Prachatai, Reporters dan Standard.

Keempat media tersebut telah menyiarkan video langsung aksi demonstrasi melalui media sosial Facebook.

“Media yang bebas adalah elemen penting dalam masyarakat demokratis mana pun dan jurnalis yang bonafide harus diizinkan untuk melaporkan perkembangan penting tanpa ancaman larangan, skorsing, sensor atau tuntutan yang membayangi mereka,” kata Klub Koresponden Asing Thailand.

Putusan pengadilan itu dikeluarkan sehari setelah kementerian ekonomi digital dan masyarakat mengatakan telah menandai lebih dari 325.000 pesan di platform media sosial yang melanggar Undang-Undang Kejahatan Komputer, yang menurut para kritikus digunakan untuk memberangus perbedaan pendapat.

Tagar #SaveFreePress menjadi trending di Thailand pada hari Senin.

Pengadilan belum mengumumkan keputusan apakah akan menutup tiga media lainnya.(red/suara.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.