Ketua Dewan Pers Republik Indonesia Yosep Adi Prasetyo yang akrab dipanggil Stanley (berdiri) berdialog dengan Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut Ilyas Sitorus,
MEDANHEADLNES.COM, Medan – Ketua Dewan Pers Republik Indonesia Yosep Adi Prasetyo menegaskan pihak-pihak yang menolak sertifikasi wartawan melalui ujian kompetensi wartawan (UKW) berarti jelas mereka bukan pers.
“Lha iya dong. UKW itu kan bukan program Dewan Pers melainkan amanah atau permintaan komunitas pers nasional, bahkan bisa disebut ‘pers langitan’ yang disebut Piagam Palembang,” jelasnya di Hotel Aryaduta Medan, Selasa (29/1).
Karena Dewan Pers hanya memfasilitasi keinginan komunitas pers dan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan kalangan pers, lanjutnya maka pihaknya justru aneh jika ada yang mengaku komunitas pers lalu menolak UKW. “Jadi jelas bukan pers la itu,” ujarnya berulang.
Kepada wartawan di sela-sela Workshop Peliputan Pileg dan Pilpres 2019 yang dihadiri pimpinan organisasi pers dan media massa, Yosep yang akrab dipanggil Stanley menuturkan UKW hakikatnya adalah kebutuhan komunitas pers itu sendiri.
Stanley mengakui banyak pihak termasuk dari sebagian kalangan yang mengaku-ngaku komunitas pers cenderung salah kaprah atau gagal-paham mengenai latar belakang UKW, karena menganggap UKW seolah-olah kehendak sepihak Dewan Pers.
“Ini yang salah kaprah. Yang benar, UKW disepakati oleh komunitas pers, bukan programnya Dewan Pers, melainkan amanah Piagam Palembang, di mana waktu itu komunitas pers termasuk ‘tokoh pers langitan’ seperti Jacob Oetama, Dahlan Iskan, Margiono dan lainnya, yang mendorong perlunya dilakukan UKW,” ujarnya.
Atas dorongan komunitas pers yang sudah sangat terganggu atas menjamurnya orang-orang bukan pers mengaku wartawan saat itu, lanjutnya maka Dewan Pers merespon permintaan itu dan melanjutkannya.
“Jadi UKW sudah dilaksanakan sejak Dewan Pers diketuai Pak Bagir Manan. Periode saya hanya melanjutkan. Lalu sekarang jika ada yang menolaknya, kan aneh. Komunitas pers yang mendeklarasikannya, lalu kok ada pula sekarang ujug-ujug menolaknya. Berarti mereka bukan komunitas pers la,” tegasnya.
Stanley menjelaskan UKW diperlukan karena dalam UU Pokok Pers disebutkan hal ini adalah ‘lex specialist’. Artinya hanya komunitas pers lah yang mengatur tentang pers. Jadi sudah benar lah bahwa UKW memang sepenuhnya berasal dari pers, oleh pers, untuk pers dan dilaksanakan oleh komunitas pers itu sendiri.
“Jadi kalau ada yang menuduh UKW dilaksanakan oleh Dewan Pers adalah salah. Yang menguji adalah 27 lembaga uji, ada PWI, AJI, IJTI, lembaga pendidikan, lembaga pers dan lainnya,” jelas Stanley.
Hubungannya dengan BNSP, jelasnya, adalah koordinasi. “Dewan Pers tetap mendorong agar UKW tetap dilaksanakan oleh komunitas pers kemudian nantinya dikoordinasikan dengan BNSP, jika sudah sesuai standar maka BNSP dipersilahkan menceknya. “Ini kita kordinasikan bukan hanya dengan BNSP, melainkan melainkan melalui BNSP kita akan perjuangkan agar hasil UKW mendapat pengakuan internasional,” jelasnya.
Tentang adanya pihak yang menggugat Dewan Pers, Stanley balik bertanya, pihak yang menggugat itu apa dasarnya dan siapa yang mengelola ? “Kalau Dewan Pers jelas, yaitu melalui Keputusan Presiden (Keppres),” tegasnya.
“Jadi pertanyaannya kalau ada masyarakat yang merasa dirugikan percayanya mengadu kemana ? Apa ada yang mau mengadu ke pihak lain di luar pers ? Kan masih percaya ke Dewan Pers,” ujarnya.(red)