MEDANHEADLINES.COM, Medan – Jelang Pemilihan Presiden 2019 yang kurang dari setahun lagi, perang tanda pagar atau tagar (hashtag) menjadi konsumsi sehari-hari khususnya di media sosial. Dua pendukung dari #2019gantipresiden dan #2019tetapJokowi terus menunjukkan ekstistensinya.
“Perang” yang terjadi antar kedua kubu dianggap yang terus memuncak dianggap membawa dampak negatif dan harus segera dihentikan.
“Hashtag ini sekarang sudah menjadi identitas dan penanda perbedaan antara kedua pihak . Itu sekarang sudah negatif. Jadi saya setuju kalau ada masyarakat yang meminta untuk menghentikan perang hashtag ini,” ujar pemerhati politik Sumatera Utara, Dadang Darmawan Pasaribu, saat Diskusi Publik di Kampus Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara pada Kamis, 13 September 2018.
Baca Juga : Dadang Darmawan Pasaribu : Generasi Muda Jadi Barisan Terdepan Membangun Bangsa
Dadang mengatakan jika salah satu dampak negatif dari perang hashtag yang terjadi saat ini yaitu menjauhkan informasi yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat. Sebab untuk menaikkan popularitas masing-masing hashtag yang didukungnya, masyarakat hanya melihat informasi yang menurut mereka menguntungkan baginya. Akibatnya, perang hashtag hanya meningkatkan kadar emosional dan sentimen antar kedua kelompok.
Kekhawatiran terbesarnya adalah perang hashtag akan semakin mengentalkan pengelompokan ditengah-tengah masyarakat. Jika hal tersebut terjadi, maka akan sulit untuk bisa mempersatukan bangsa Indonesia karena mudahnya masyarakat terpantik emosi. Kondisi demikian justru akan melemahkan fondasi bangsa.
Sebab secara teoritis, suatu bangsa yang kuat harus mempunyai modal sosial yang kuat.
“Suatu bangsa yang minim modal sosial seperti persaudaraan, kesatupaduan dan kesamaan,maka akan dekat dengan konflik dan membuat pelemahan dari dalam bangsa itu sendiri. Jadi saya kira ini kondisi yang sangat berbahaya sebetulnya.,” lanjut Dadang yang dikenal juga sebagai aktivis sosial tersebut.
Baca Juga : Kabar Hoax Tak Pernah Cerdaskan Bangsa
Setiap pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik harus mengubah pola pikir atau mindset-nya. Harusnya kontestasi ini bukan dijadikan persaingan dan pertarungan, namun menjadi ajang perlombaan. Sehingga setiap orang akan berlomba-lomba untuk memperbaiki bangsa ini dari segala kekurangan yang masih dirasakan sekarang.
Begitu juga dengan perang hashtag yang banyak menjamur, harusnya tidak hanya sekedar pembeda suatu identitas semata.
Namun lebih kepada hal-hal yang lebih bersifat esensi dan membangun. Misalkan kampanye tentang kejujuran dan integritas, kampanye tentang pembalakan liar, kampanye tentang keadilan atau kampanye tentang anti narkoba.
Ihwal itu, Dadang berharap jika kedua kubu hashtag yang selama ini “menikmati” keuntungan dari pertarungan ini, dapat memberikan perhatian khusus.
“Tanpa mengurangi rasa hormat kepada kedua tim ini. Sebetulnya yang korban adalah masyarakat. Jadi hashtag ini bisa harus mendapat perhatian dari kedua pihak agar kita bisa lebih melakukan edukasi politik kepada masyarakat,” harap Dadang.
Baca Juga : Peluncuran Buku Kita Telah Mati, Cara Dadang Darmawan Mengkritisi Zaman
Diskusi publik yang digagas Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU tersebut sendiri mengambil tema “Fenomena Hashtag Dalam Pertarungan Pilpres 2019”. Selain Dadang Darmawan Pasaribu, hadir pula sebagai pemateri Muhammad Aswin yang merupakan Program Studi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan Irfan Prayoga yang merupakan alumni FISIP USU. (ask)