Ketiadaan Biaya, Balita Penderita Pembengkakan Pembuluh Darah Batal Berobat ke Medan

Foto : Wahyuni penderita penyakit pembengkakan pembuluh darah

MEDANHEADLINES.COM, Tapanuli Tengah – Wahyuni Aritonang, lahir pada tanggal 6 Juli 2018 silam di Dusun III Desa Mombang Boru, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Dia merupakan anak ke 4 pasangan Frenki Aritonang (34) dan Dewi Sartika Hutauruk (28).

Namun malang, bocah berjenis kelamin perempuan ini mengidap penyakit pembengkakan pembuluh darah sejak usia 2 minggu.

Wahyuni terlihat terus menangis menahan sakit yang mendera. Diusianya yang telah menginjak 2 bulan, kulit kepala bagian belakang dan leher bagian belakang terlihat melepuh dan mengeluarkan air dan nanah. Dibawah kepala Wahyuni terpaksa di bentangkan helaian daun pisang. Kondisi ini diawali saat kepala dan leher Wahyuni membengkak pada saat usia 2 minggu.

Sambil menghela nafas Frenki Aritonang, ayah kandung Wahyuni menceritakan awal mula penyakit yang diderita Wahyuni. Ketika menginjak usia 2 minggu, balita yang dilahirkan secara normal ini tiba-tiba mengalami demam tinggi yang disusul dengan pembengkakan kepala dan leher bagian belakang.

Kedua orangtuanya pun panik, bayi mungil itu kemudian dibawa berobat ke Puskesmas Sibabangun, lalu dirujuk ke RSUD Pandan untuk menjalani perawatan. Hasil diagnosa dokter, Wahyuni didiagnosa mengidap penyakit pembengkakan pembuluh darah.

“Saat lahir kondisi normal, dia nampak sehat sebagaimana kebanyakan bayi lainnya,” ujar Frenki dengan berurai air mata, Minggu (2/9/2018).

Usai menjalani perawatan di RSUD Pandan selama kurang lebih 1 minggu, pembengkakan kepala dan leher bagian belakang menyusut. Namun, secara perlahan kulit leher bagian belakang melepuh yang menjalar hingga kulit kepala bagian belakang. Oleh pihak RSUD Pandan, Wahyuni di sarankan untuk berobat ke salah satu rumah sakit di Medan.

Karena terkenda kemampuan ekonomi, Frenki akhirnya membawa anak ke 4 nya ini pulang ke rumah. Sebagai buruh harian lepas, Frenki merasa tidak mampu untuk membawa Wahyuni berobat ke Medan. Sementara, untuk mendapatkan perawatan medis di RSUD Pandan, Frenki hanya bermodalkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Perasaan putus asa menghantui keluarga miskin ini, kondisi kesehatan Wahyuni semakin mmprihatinkan. Jaminan kesehatan berupa KIS maupun BPJS tidak dikantongi ayah 4 anak ini. Kompleksnya kemiskinan yang mendera keluarga ini membuat Frenki tidak bisa berbuat banyak kecuali pasrah dengan kenestapaan.

Jangankan untuk biaya berobat, untuk makan sehari saja, Frenki sering keteteran dan kadangkala harus meminjam dulu ke sejumlah tetangga agar mereka bisa makan.

Kini harapan Frenki tertumpu kepada para dermawan dan juga Pemerintah. Ia sangat ingin anaknya lekas sembuh dan sehat seperti semula. Keinginan untuk berobat ke salah satu rumah sakit di Medan terkendala akibat tidak memiliki biaya sepeserpun, konon lagi untuk biaya makan, minum dan transportasi disana.

“Semoga pemerintah maupun para dermawan berkenan membantu biaya pengobatan putri saya ini,” lirih Frenki. (*/fat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.