Sumut  

Pembantaian Bunga Bangkai di Tapteng Terus Terjadi

MEDANHEADLINES.COM, Medan – Aksi pembantaian dengan memotong, memindahkan dan merusak bunga Bangkai (Amorphopalus Titanium) di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara terus terjadi.

Pengrusakan bunga dilindungi ini terjadi di lokasi yang pernah dilakukan sosialisasi oleh KPHSU dan IWO Sibolga Tapteng, dengan memasang spanduk himbauan agar tak melakukan pengrusakan. Tepatnya di jalan lintas Poriaha-Rampa yang diketahui sebagai jalur jalan yang baru di daerah tersebut.

Tak itu saja, batang bunga Bangkai yang sengaja dipindahkan ke pinggir jalan juga terpantau terjadi di tempat berbeda kendati masih di jalur jalan yang sama. Sejumlah pengunjung sempat mengabadikan foto-foto bunga malang itu.

Aksi pembantaian ini dikecam pengunjung yang sempat melintas dan berhenti melihat bunga itu. Di antaranya Analisma Marpaung, warga Pandan Kabupaten Tapteng. Ia mengaku miris melihat pengrusakan bunga itu.

“Memang mau lihat bunga itu kami kemarin, jadi pas melintas kami lihat bunga itu, tapi belum mekar, ada anak kecil disitu minta sumbangan, kubilang gak kukasih, ini udah kalian pindah ini,” kata Analisma di Pandan, Rabu (20/6/2018).

Ibu dua anak pengusaha salah satu warung kopi di seputaran Pandan ini mengaku meminta agar pengrusakan itu bisa dihentikan.

“Aku memang sengaja bawa anak-anak, biar ada pengetahuan mereka juga kan, tapi sudah dirusak gitu ya kita kecewa, kalau bisa jangan ditebang lagi lah,” ungkapnya.

Analisma mengaku, andai saja bunga itu tidak dirusak, ia dan beberapa rekannya yang datang berkunjung hendak menyaksikan bunga itu tidak akan segan-segan membayar biaya parkir secara pantas.

“Lima ribu pun diminta asal bisa lihat bunga yang mekar dan masih tumbuh alami kami mau, tapi ya kalau yang udah dirusak gitu, kita pun malas,” katanya ketus.

Terpisah, Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kesatuan Perlindungan Hutan (KPH) wilayah 11, Perri mengungkapkan terkait bunga Bangkai sepenuhnya kewenangan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA).

“Saya juga sudah menginformasikan ke Balasi Besar, saya juga dulu sudah berikan ide, kalau benar ada disitu, kalian yang punya hak meriset nya, jadikanlah konservasi sosialisasi ke masyarakat,” kata Perri.

Dia menjelaskan, bahwa pihaknya sebagai KPH dalam persoalan ini hanyalah penyedia tapak atau lahan.

“Kewenangan apanya sekarang? Kalau konservasi ya mereka, BKSDA, sama seperti Pongo Tapanuliensis, yang bergerak kan BKSDA, nah kami yang proteksi tapaknya, jadi gak tumpang tindih, kehidupan liarnya mereka kita tapaknya, tempat tinggalnya,” katanya.

Petugas BBKSDA Hutagalung yang coba dikonfirmasi Rabu (20/6) siang, nomor teleponnya tak aktif. Sementara Kepala BBKSDA Hotmauli Sianturi juga saat dihubungi belum mengangkat telepon yang dilayangkan dan belum membalas pesan singkat yang dikirimkan. (raj)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.