Dugaan penyiksaan tahanan hingga tewas, KontraS Sumut Minta Kapolda Usut tindakan personilnya

MEDANHEADLINES, Medan – Sekalipun Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan melalui UU No 5 tahun 1998, namun pada prakteknya penyiksaan masih jadi satu momok menakutkan di Indonesia. Sebagaimana diketahui, hak untuk bebas dari penyiksaan adalah satu hak asasi manusia yang tidak dapat ditawar dan dikurangi dalam keadaan apapun. Praktek penyiksaan bukan hanya sekedar kejahatan yang menimbulkan penderitaan secara fisik, akan tetapi juga kejahatan yang mengakibatkan traumatik mendalam bagi para korban. Di beberapa kasus, praktek penyiksaan tidak hanya berujung pada upaya kriminalisasi. Lebih dari itu, justru berujung pada hilangnya nyawa seseorang.

Hal demikian diduga dialami oleh Rifzal Riandy Siregar (25) yang merupakan tahanan Polsek Batangtoru. Ia ditahan karena berkelahi dengan Bripda Kharil Fadli (personel Polsek Batangtoru), pada Minggu (27/8/2017) sekitar pukul 23.00 WIB. Rifzal mendekam dalam tahanan kurang lebih seminggu, sampai ditemukan meninggal pada hari Minggu (3/9/2017). Kepada pihak keluarga, polisi menyatakan Rifzal meninggal akibat gantung diri. Namun demikian, pihak keluarga tidak sepenuhnya percaya karena menemukan berbagai kejanggalan-kejanggalan.

Kordinator Badan Pekerja KontraS Sumatera Utara M.Amin Multazam mengatakan, dari investigasi yang telah dilakukan Kontras,telah mengumpulkan keterangan keluarga dan mayarakat yang menyiratkan berbagai kejanggalan-kejanggalan atas meninggalnya Rifzal

“ Selama seminggu berada dalam tahanan, Rifzal mengaku kepada keluarga yang berkunjung bahwa ia kerap dipukuli oleh oknum Polsekbatangtoru,” ungkap Amin.

Kejanggalan lainnya ,Tambah Amin adalah Lambatnya pihak kepolisan memberitahu keluarga tentang kabar meninggalnya Rifzal.

“ Berdasarkan keterangan polisi, Rifzal meninggal pada hari Minggu, 3 September 2017 sekitar pukul 21.30 WIB. Namun pihak keluarga baru mendapat kabar pada hari Senin, 4 September 2017 sekitar pukul 05.30 WIB. Ada rentang waktu sekitar 8 jam, padahal jarak antara rumah Rifzal dan Polsek Batangtoru hanya sekitar 1 Km,” jelasnya.

Tak hanya itu, Amin juga mengatakan, Saat keluarga datang, jenasah Rifzal tidak lagi berada di Polsek Batangtoru. Namun sudah berada diruang jenasah RSU Padang Sidimpuan dalam kondisi yang sudah dibersihkan

“ Pihak keluarga juga tidak diberikan hasil visum oleh RSU Padang Sidimpuan, dan berulang kali Kanit Reskrim Polsek Batangtoru berulang kali meminta Rifki (abang kandung Rifzal) untuk menandatangai pengambilan jenasah tanpa perlu dilakukan otopsi,”

Karena merasa janggal, pihak keluargapun mendesak Proses Otopsi terhadap Jenazah dilakukan dan disepakati akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pematang Siantar. Namus secara sepihak tanpa izin keluarga, polisi memindahkan lokasi otopsi ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

“ Setelah beberapa hari, Hasil otopsi hingga hari ini masih kabur dan pihak keluarga sama sekali belum menerima hasilnya,” Jelas Amin

Atas berbagai temuan itu, Kontras mendesak pihak kepolisan, khususnya Polda Sumatera Utara untuk segera melakukan penyelidikan dan mengevaluasi jajaran Polsek Batangtoru dan Polres Tapanuli Selatan.

“ Bahwa dugaan-dugaan dan kecurigaan pihak keluarga harusnya mampu dijawab dengan proses penyelidikan yang professional dan transparan. Jika berlarut dan tanpa kepastian, berbagai asumsi negatif dan kecurigaan pihak keluarga justru hanya semakin merusak citra institusi kepolisian secara umum. Bahwa dalam pandangan Kontras, meninggalnya tahanan didalam sel tahanan kepolisian saja sudah merupakan satu bentuk kelalaian. Apalagi ada berbagai indikasi peyiksaan yang hingga hari ini belum terjawab,” Tegas Amin.

Selain itu, Kontras juga Meminta Komnasham, Kompolnas dan Komisi III DPR RI untuk turun langsung kelapangan dalam rangka memberikan kepastian hukum pada keluarga korban

Sebelumnya, Keluarga korban juga telah mencoba melaporkan dugaan penyiksaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa Rifzal kepada Polda Sumatera Utara pada Senin, 18 September 2017.

Namun laporan tersebut belum diterima karena alat bukti (hasil visum dan otopsi) tidak dimiliki keluarga (bukti permulaan lemah). Padahal dengan melaporkan langsung, keluarga berharap proses penyelidikan yang baru bisa dimulai dan mampu menghasilkan bukti-bukti baru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.