Kondisi Ekonomi Makro di Indonesia,Gus Irawan: ini Anomali

MEDANHEADLINES – Medan – Komisi VII DPR-RI yang juga merupakan Ketua Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu  menilai kondisi ekonomi makro Indonesia menghadapi anomali.

Hal ini karena terjadi keanehan tidak seperti biasanya yaitu Kondisi yang berbalikan antara satu sisi dengan sisi lain ketika pemerintah sampai hati mengurangi subsidi.
“Banyak komoditas strategis yang berhubungan dengan kebutuhan rakyat dipotong subsidinya. Dikurangi, bahkan sebagian dihapus,” katanya.
“Harga bahan bakar, tarif listrik, gas tiga kilogram dan beberapa yang lain dicabut subsidinya. Tentu ini membebani rakyat. Tapi memang pemerintah penuh keberanian melakukan hal itu dengan janji pengalihan dana subsidi dialokasikan kepada hal-hal produktif. Padahal secara tidak langsung pemerintah makin memiskinkan rakyat,” tuturnya.
Menurutnya, Begitu harga bahan bakar dicabut, subsidi listrik dipotong dan gas tiga kilo gram nanti akan naik saat itu jumlah penduduk miskin kian bertambah.

“ janji bahwa pemotongan subsidi akan dialihkan ke sektor produktif tidak bisa kita lihat. Artinya masyarakat sudah tambah miskin tapi sektor produktif yang dijanjikan tak terealisasi,” ujarnya.
Dikatakannya, janji mendorong sektor produktif tidak tercermin dalam capaian angka makroekonomi pemerintah.

“Pertumbuhan ekonomi kita saja stagnan. Angka pengangguran pun tidak turun. Demikian juga dengan kemiskinan,” tuturnya.
Padahal pemerintah dengan berani dan sebenarnya tega mencabut subsidi.

“Sekarang harusnya pemerintah memikirkan besarnya belanja yang bisa digunakan untuk membangun infrastruktur jika semua alokasi subsidi masuk ke sektor produktif. Belum lagi tambahan pinjaman luar negeri yang jumlahnya luar biasa besar,” ungkapnya.
Pinjaman luar negeri Indonesia semakin meningkat dengan janji peningkatan kualitas dan pembangunan infrastruktur baru, kata dia. “Tapi paradox, atau berlawanan,” jelasnya. Ternyata apa yang dilakukan tidak mampu mendorong bangkitnya ekonomi Indonesia,” ungkap Gus.
Kaitannya, kata dia, bisa dilihat dengan tetap tingginya angka kemiskinan, pengangguran pun tak berubah lantas jurang antara si kaya dengan si miskin makin lebar. “Fenomena ini menunjukkan betapa sebenarnya kinerja pemerintah belum menemukan momentum dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas,” jelasnya.
Dari sisi makro saja belum bisa mencerminkan kinerja yang sesungguhnya karena indikator sosial masyarakat menunjukkan kondisi memprihatinkan. “Masyarakat sebenarnya tak butuh pencitraan terlalu banyak,” imbuhnya.
Rakyat tidak akan peduli mau seperti apa pemimpinnya, yang pasti mereka ingin pendapatan semakin bagus, taraf hidup meningkat dan harga tidak mengalami lonjakan luar biasa, tuturnya. “Jadi ketika pendapatan membaik, mereka masih bisa menjangkau akses untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan dan juga transportasi memadai,” tuturnya.
Makro ekonomi Indonesia tidak seperti itu, kata Gus. Ketika ada kenaikan pendapatan masyarakat lantas disambut dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, kenaikan biaya pendidikan, kesehatan serta biaya transportasi.
“Jika kondisinya begitu masyarakat tidak bisa eksis dan bertahan hidup. Wajar kalau banyak yang mengeluh. Nanti fakta di lapangan, terutama menjelang Idul Fitri seperti ini akan kita lihat arus mudik. Apakah akan terjadi lonjakan atau sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Bagi saya fenomena Idul Fitri menjadi salah satu tolok ukur perekonomian,” katanya.
“Andai arus mudik mengalami lonjakan berarti ada pertumbuhan income masyarakat. Apalagi yang selama ini tidak bisa mudik, namun tahun ini menyempatkannya, berarti ada perbaikan ekonomi rumah tangga. Karena mahalnya biaya mudik sehingga tidak semua orang bisa melakukannya,” ucap Gus.
“Nah, saya kan ada beberapa kali melintasi Bandara Kualanamu. Para supir taksi masih banyak mengeluh karena penumpang tahun ini tidak seperti tahun lalu. Itu fakta lo. Artinya apa? Sebenarnya ekonomi tidak begitu bagus. Dan pemerintah pun sebenarnya menghadapi kesulitan dalam mengelola keuangannya. Padahal dengan government expenditure yang lebih besar, harusnya akan mendorong pertumbuhan income masyarakat,” jelasnya.
Dia mengatakan pemerintah masih punya waktu sekira dua tahun lagi untuk memperbaiki fundamental ekonomi yang semakin lama menghadapi tekanan luar biasa baik dari internal maupun eksternal. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.