MEDANHEADLINES, -Dari data yang diperoleh dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia terungkap bahwa Indonesia merupakan negara pengirim buruh maritim terbesar ketiga di seluruh dunia, dengan jumlah mencapai 200 ribu orang.
Dari jumlah tersebut, sekitar 77 persennya adalah buruh migran yang menjabat ABK kapal ikan. Sedangkan sisanya adalah ABK di kapal kargo, pesiar dan lainnya.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto dalam keterangan tertulisnya, menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) masih lalai dalam melindungi nelayan dari kejahatan perdagangan manusia, sehingga sebagian besar mereka terjebak dalam kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing).
“Kelalaian tersebut disebabkan tumpang tindihnya kewenangan antar kementerian dan lembaga negara,” ujarnya
Dikatakannya, Kemnaker tidak mampu selama 12 tahun menerbitkan regulasi turunan yang dimandatkan Pasal 28 UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri.
Selain itu, adanya tumpang tindih kewenangan antar lembaga negara menyebabkan sejumlah masalah, seperti : prosedur penempatan ABK yang tidak beres, lempar tanggung jawab perlindungan dan penanganan kasus ABK yang menghadapi persoalan di luar negeri, serta terjebaknya mereka dalam kegiatan illegal fishing.
Bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) dunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember, SBMI dan Greenpeace mendesak pemerintah memperbaiki kebijakan penempatan dan perlindungan buruh migram anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing di luar negeri.
Sumber :antara