Masyarakat Laporkan PT STA ke Mabes Polri Atas Dugaan Menguasai Lahan 569 Hektar Tanpa Hak dan Izin di Labusel

MEDANHEADLINES.COM, Jakarta – Masyarakat Dusun Tanjung Marulak (MDTM) melaporkan kasus tindak penguasaan lahan tanpa hak dan izin yang diduga dilakukan Perusahaan Sumber Tani Agung (STA) ke Mabes Polri, Jakarta, pada Selasa (25/6/2024).

Masyarakat melaporkan STA ke Mabes Polri terkait penguasaan lahan seluas 569 hektar yang berada di Dusun Tanjung Marulak, Desa Huta Godang, Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Provinsi Sumut. Tindakan perusahaan tersebut diduga dilakukan secara melawan hukum. Sebab, pihak STA tidak memiliki legalitas yang sah dan tidak memiliki izin usaha.

Pengaduan itu dilakukan atas dasar keresahan Masyarakat yang tinggal di sekitar lahan kebun sawit yang dikuasai secara tanpa hak oleh PT STA, karena sudah menyebabkan kerusakan lingkungan di kebun-kebun milik mereka.

Juru Bicara MDTM, Erlim Pane mengatakan penguasaan lahan oleh PT STA itu merugikan negara dan masyarakat. Negara mengalami kerugian karena sumber daya alam milik negara dieksploitasi perusahaan secara melawan hukum tanpa adanya HGU dan IUP. Pengelolaan lahan sebesar 569 hektar itu harusnya memberikan keuntungan kepada negara dengan adanya HGU dan IUP.

“Masyarakat dirugikan akibat lahan seluas 569 hektar tersebut telah “Dimonopoli” oleh PT STA tanpa melibatkan masyarakat Dusun Tanjung Marulak, itu sendiri yang sejak lampau mengadu nasib dengan pekerjaan mengelola perkebunan kelapa sawit,” katanya.

Erlim juga menambahkan, bahwa sebelumnya telah dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri anggota DPRD Labusel, pihak PT STA, BPN Labusel dan masyarakat Dusun Tanjung Marulak. Rapat digelar dalam rangka untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Dalam RDP itu, sangat jelas pihak PT STA sendiri mengakui tidak memiliki HGU terkait penggunaan lahan di Desa Huta Godang, Dusun Tanjung Marulak.

“Hal ini membuktikan bahwa PT STA telah menguasai lahan pada Desa Huta Godang di Dusun Tanjung Marulak selama 39 tahun, tanpa adanya legalitas apapun selaku badan usaha yang mengelola sumber daya alam perkebunan. Seharusnya izin itu merupakan kelengkapan utama dimiliki oleh PT STA, terlebih lagi PT STA merupakan perusahaan terbuka dan terdaftar di bursa efek,” ucap Erlim.

Aldi Raharjo, Kuasa hukum MDTM dari Dalimunthe and Tampubolon (DnT) Lawyers mengatakan akan mengawal terus pengaduan yang dilakukan oleh kliennya, sampai PT STA dituntut atas penguasaan dan pengelolaan lahan tanpa hak terhadap perkebunan seluas 569 Hektar yang berada di daerah kliennya tersebut.

“Kami berharap dengan adanya pelaporan ini, akan membuat mata dunia kembali terbuka dan tertuju pada praktik-praktik lapangan yang merugikan masyarakat dan sumber daya alam selaku kekayaan negara,” ujar Aldi.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (RED/RIL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.