MEDANHEADLINES.COM, Medan – DPW Badan Advokasi Hukum (BAHU) Partai NasDem Provinsi Sumut didukung ratusan advokat melayangkan Somasi ke lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Somasi dilakukan berkaitan dengan hasil survei yang dirilis LSI Denny JA, terkait elektabilitas Bacapres di Provinsi Sumut.
Ketua DPW NasDem Sumut, Iskandar ST mengatakan, hasil survei LSI Denny JA yang telah diterbitkan di beberapa media online dan TV menyebutkan bahwa Bacapres Ganjar Pranowo memperoleh 65 persen dan Prabowo Subianto 30 persen. Sedangkan Anies Rasyid Baswedan hanya 5 persen.
“Kami menyatakan keberatan dengan hasil survei tersebut. Dan kami juga ingin menguji hasil survei ini karena ada beberapa kejanggalan,” ujar Iskandar didampingi pengurus inti DPW, pengurus DPW BAHU dan ratusan advokat saat menggelar konferensi pers di Auditorium DPW NasDem Sumut, Jalan Prof. HM. Yamin, Kecamatan Medan Timur, Senin (9/10/2023).
Iskandar menjelaskan, kejanggalan pertama, pada Mei 2023 lembaga yang sama juga merilis hasil survei elektabilitas Bacapres Anies Baswedan. Saat itu hasilnya mencapai 32,6 persen. Kenapa hanya dalam waktu empat bulan elektabilitas Anies Baswedan turun 28 persen. Rata-ratanya hampir 7 persen di tiap bulannya. Dan hal ini belum pernah terjadi dalam sejarah survei.

“Kedua, kami melihat hasil surveinya dalam bilangan bulat tanpa ada desimal. Ketiga, hasil survei itu bertolak belakang dengan realitas dan fakta di lapangan yang kami dapatkan,” ucap Iskandar tegas.
Selanjutnya, hasil survei yang telah dirilis di sejumlah media secara masif ini menimbulkan tanda tanya. Sebab, dari 33 kabupaten atau kota yang ada di Provinsi Sumut, 20 di antaranya merupakan basis pendukung Anies Baswedan. Mulai dari kabupaten atau kota yang ada di pesisir timur dan Tapanuli bagian selatan.
“Kami memprediksikan Anies Baswedan akan menang secara mutlak di 20 kabupaten atau kota itu. Oleh karena itu, kami meminta dengan tegas kepada LSI Denny JA, untuk menyampaikan bagaimana penerapan dan metodologi yang dilakukan dalam survei tersebut,” katanya.
Selain itu, lanjut Iskandar, bagaimana sebaran dan jumlah responden atau sampel yang dilakukan di Sumut. Kemudian dari mana sumber dana surveinya? Apakah berasal dari dana sendiri atau dari sponsor.
“Atau dari uang negara, baik melalui APBN maupun APBD. Atau melalui NGO dari negara asing. Kami menilai sumber dana ini sangat penting, karena siapa yang membayar survei biasanya diduga bisa mengatur hasil surveinya,” ungkapnya.
Iskandar juga menyampaikan bahwa DPW Partai NasDem bersama seluruh relawan dan advokat yang tergabung ingin membuka Kotak Pandora yang diduga adalah kejahatan demokrasi. Sebagian lembaga survei diduga telah dibeli dan dibayar oleh pihak tertentu untuk menggiring opini publik dalam rencana besar melakukan kecurangan di Pemilu melalui legitimasi lembaga survei.
“Ini tentu saja sangat berbahaya bagi demokrasi kita. Ini akan membenturkan anak bangsa, menimbulkan perpecahan dan mencederai keadilan masyarakat Sumut, khususnya para pendukung Anies Rasyid Baswedan,” ucapnya lagi.
Iskandar menambahkan, harusnya lembaga survei melaksanakan kegiatan dengan benar dan profesional sehingga menjadi acuan bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya pada pesta demokrasi 2024 mendatang. Dia juga mendesak asosiasi lembaga survei termasuk pemerintah (OJK) melakukan investigasi terkait aliran dana lembaga-lembaga survei yang diduga rutin melakukan survei dan menggiring opini publik kepada pihak-pihak tertentu.
“Menurut kami, lembaga survei selayaknya adalah penyempurna pilar demokrasi di negara yang kita cintai ini. Bukan menjadi sumber dari kejahatan demokrasi yang bisa menggiring opini publik dan mengarahkan masyarakat untuk memilih Bacapres yang salah,” pungkasnya. (Red)












