MEDANHEADLINES.COM – Valuasi perusahaan jejaring sosial Twitter anjlok hingga mencapai 20 miliar dolar AS (Rp303 triliun). Nilai tersebut jauh di bawah saat Elon Musk mengambil alih perusahaan pada Oktober 2022, yakni di angka 44 miliar dolar AS (Rp668 triliun).
Nilai kapitaliasi itu disampaikan Musk melalui surat elektronik (e-mail) kepada karyawan-karyawan Twitter pada Jumat pekan lalu yang diwartakan kembali oleh New York Times pada Senin (27/3/2023).
Melansir New York Times, dalam e-mail itu Musk mengingatkan para karyawan bahwa saat ini Twitter tengah menghadapi kesulitan keuangan, bahkan empat bulan ke depan terancam kehabisan uang.
Sehingga, Musk meminta perusahaan media sosial itu agar mengambil perubahan radikal, termasuk memecat karyawan dan mengencangkan ikat pinggang, guna menghindarkan diri dari kebangkrutan.
“Twitter tengah dibentuk ulang,” tulis Musk, seraya menyatakan perusahaan media sosial ini bisa saja mundur ke belakang menjadi hanya sebuah start-up.
Valuasi Twitter terus turun semenjak Elon Musk memutuskan untuk merombak internal perusahaan beberapa bulan belakangan.
Elon Musk mengakusisi Twitter pada Oktober 2022 silam secara pribadi yang membuatnya tak bisa diminta mengungkapkan secara transparan kondisi keuangan jejaring sosial ini.
Ia mengakui, pengiklan ramai-ramai cabut dari Twitter usai pengambil alihan oleh dirinya. Musk menambahkan, saat ini, Twitter terancam bangkrut.
Musk juga kabarnya bakal menawarkan program kompensasi saham di mana karyawan Twitter bakal menerima saham X Corporation yang merupakan lengan bisnis yang digunakan Musk untuk mengakuisisi Twitter.
Twitter juga berencana mengenalkan program yang membuat karyawannya bisa menjual sahamnya setiap enam bulan.
Kendati dihadapkan kepada masalah keuangan yang akut, dalam e-mail itu Musk yakin bahwa suatu saat nanti valuasi Twitter akan mencapai 250 miliar dolar AS (Rp3.795 triliun).
Bukan hanya dari segi keuangan, Twitter juga anjlok dari sisi jumlah penggunanya. Berdasarkan data laman Statista, sampai Desember 2022, Twitter memiliki pengguna aktif per bulan 368 juta di seluruh dunia.
Angka ini diproyeksikan turun menjadi 335 juta pada 2024 atau lima persen lebih rendah dibandingkan dengan 2022 (red/suara.com)