10 Tahun Berlalu, Begini Nasib Ponari Si Dukun Cilik

Foto (ist)

MEDANHEADLINES.COM – Sahabat, Medanheadlines.com, masih ingat sama Ponari?bocah kelas IV SD yang sempat bikin geger tanah air pada tahun 2009 silam.

Ya, dulu bocah yang disebut dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balungsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, Jawa Timur tersebut sering didatangi oleh banyak orang. Hal itu karena mereka percaya jika batu milik Ponari mampu menyembuhkan berbagai penyakit.

Ponari pun mendadak sangat terkenal sejak menemukan batu di tengah badai. Konon, batu yang ia temukan tersebut bertuah dan bisa mendatangkan kesembuhan.

Alhasil, ribuan orang pun rela datang dari berbagai kota demi segelas air yang telah dicelup oleh batu bertuah milik Ponari. Lantas, seperti apa sekarang nasib bocah tersebut saat ini?

Berkat praktek perdukunan, Ponari sekeluarga pun hidup bergelimangan harta. Penghasilannya dari orang yang datang bisa sampai miliaran rupiah. Uang hasil jadi dukun itu pun dimanfaatkan untuk membangun rumah, membeli tanah dan juga sawah.

Wah, sangat bahagia kala itu.


Namun, kini nasib Ponari bertolak belakang. Sejak 2013 praktek perdulunan sepi. Sejak saat itu Ponari mulai sadar untuk melanjutkan sekolahnya. Bocah tersebut pun akhirnya melanjutkan sekolah seperti anak pada umumnya. Namun sayangnya, saat sampai di bangku sekolah menengah pertama, Ponari mengalami masalah dengan biaya.

Mukaromah, ibu Ponari mengaku jika ia kesulitan membayar biaya semester yang jumlahnya 250.000 rupiah. Mirisnya lagi, Ponari pun akhirnya putus sekolah. Mungkin terkesan sulit dipercaya, mengingat penghasilan Ponari yang dulu hingga miliaran rupiah, namun beberapa ratus ribu saja kini tak ada.

Saat berjaya dulu, Ponari memang sempat membeli sawah dan juga tanah untuk menambah peluang usaha. Namun, apa yang direncanakan ternyata tidak berjalan dengan baik. Kehidupan sehari-hari keluarga Ponari kembali memprihatinkan karena keluarga hanya mengandalkan hasil panen.

Namun, Desa Kedungsari tergolong wilayah yang kurang cocok ditanami padi. Hasil yang didapat dari panen sawah pun tak seberapa. Kecamatan Megaluh kerap mengeluhkan hasil panen yang kurang memuaskan. Sehingga sawah yang dibeli dari hasil perdukunan juga nggak semuanya yang digarap, sebagian hanya disewakan untuk digarap oleh orang lain.

Kisah ponari mungkin jadi bukti kalau kehidupan ini memang terus berputar. Kadang di atas, kadang juga di bawah.

Kehidupan Ponari kembali memprihatinkan. Uang yang telah dikumpulkannya dari praktek dulu telah habis. Kondisi Ponari dan keluarga pun kembali seperti semula. Bahkan, keluarga Ponari sampai pontang-panting ngurus BPJS karena merasa tak sanggup membayar persalinan ibunya.


Dari kisah Ponari, mungkin kita bisa bercermin, jika kekayaan sejati adalah yang diperjuangkan dengan kerja keras. Memperoleh sesuatu dengan instan, berarti kita harus siap kehilangannya dalam waktu cepat pula. Semoga kisah ini jadi pelajaran buat Sahabat medanheadlines.com (*/raj)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.