Ationg dan Ana, saksi yang dihadirkan Ationg saat menjalani konfrontir dengan korban di Mapolsek Medan Labuhan.
MEDANHEADLINES.COM, Belawan – Sampai hari ini kasus penganiayaan Pimpinan Redaksi (Pimpred) harian Posmetro Medan, Budi Hariadi belum juga menemukan titik terang. Pasalnya, Ationg yang diduga merupakan otak pelaku penganiayaan tersebut belum juga ditangkap Polsek Medan Labuhan.
Ironisnya lagi, lokasi judi tembak ikan yang dikelola Ationg sekaligus tempat penganiayaan Budi atau yang lebih akrab disapa Budenk yang berada di Komplek Brayan Trade Center, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, masih bebas beroperasi meskipun dalam suasana bulan suci Ramadhan.
Meskipun belum ada penetapan tersangka, polisi melakukan konfrontir antara pihak korban dan tersangka bersama para saksi di Mapolsek Medan Labuhan, Jalan Titi Pahlawan, Medan Labuhan, pada Senin (13/5). Namun, saat konfrontir berlangsung, Ationg selaku pelaku penganiayaan tetap membantah perbuatannya.
Padahal, korban sudah menjelaskan secara rinci kronologis pengeroyokan Ationg yang menjadi “otak” penganiayaan yang mengakibatkan Budenk dianiaya pengawas lokasi judi tersebut.
“Sudah jelas, pengawas berambut cepak itu berani bertindak atas perintah si Ationg. Saya dipukuli berulang kali, telepon genggam saya dihancurkan sama mereka. Bagaimanapun, si Ationg itu pasti tidak mengaku, saya cuma ingin polisi profesional menangani kasus ini,” kata Budenk yang didampingi dua saksi di Mapolsek Labuhan.
Parahnya lagi, sambung Budenk, kasus yang menimpa dirinya itu sudah berjalan hampir dua bulan, akan tetapi Polsek Medan Labuhan terkesan tidak serius dan tak mampu menangani kasusnya. Hal ini bisa dinilai dari penetapan tersangka ataupun penahanan terhadap Ationg sampai hari ini belum juga terlaksana.
Apabila tidak diproses secara serius, lanjut Budenk, ia akan membawa kasus itu ke Komisi III DPR RI. Bahkan Budenk mengatakan ia sudah berkordinasi dengan Junimart Girsang, dari Fraksi PDIP DPR RI. Harapannya, agar polisi segera menangkap Ationg dan menutup lokasi judi yang beromzet miliaran tersebut.
“Ini negara hukum, kenapa si Ationg yang sudah jelas menganiaya saya di lokasi judi dibebaskan. Apa polisi tidak mampu menangkapnya, menurut saya ini benar-benar ada yang aneh. Saya juga sudah berkordinasi dengan komisi III DPR RI untuk penyelesaian kasus penganiayaan saya yang lambat ditangani polisi. Saya berharap polisi bisa bekerja secara profesional dan menangkap Ationg serta menutup lokasi judi yang tumbuh subur di wilayah Polres Pelabuhan Belawan,” kesal Budenk.
Menyikapi itu, Pengamat Hukum Bambang Santoso SH, MH mengatakan tidak ada alasan polisi untuk tidak menetapkan Ationg menjadi tersangka, bahkan belum menahannya. Karena menurutnya unsur saksi dan bukti yang ada sudah kuat. Kalau memang Polsek Medan Labuhan tidak mampu, sebaiknya kasus ini dilimpahkan saja ke Polres Pelabuhan Belawan atau sekalian ke Polda Sumut.
“Kita tidak perlu lagi mengajari polisi untuk menetapkan pelaku menjadi tersangka. Mereka pasti paham menangani kasus itu, makanya kita minta polisi profesional,” tegas Bambang.
Apalagi, lanjut Bambang, kasus penganiayaan itu terjadi di lokasi judi. Seharunya, polisi sudah menindak usaha judi itu untuk buka, bukan malah memberikan kebebasan untuk buka. Jadi, ada kesan pembiaran dari penegak hukum. Padahal membuka lokasi perjudian sudah merupakan pelanggaran hukum.
“Ini sudah menghilangkan wibawa penegak hukum, kita lihat sampai hari ini usaha judi itu masih beroperasi. Artinya, pemilik usaha judi itu kebal hukum dan menganggap penegak hukum lemah untuk menutup lokasi judi itu,” tegasnya.
Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, Iptu Bonar Pohan mengatakan pihaknya serius menangani kasus itu, buktinya telah melakukan konfrontir. Untuk penetapan tersangka, lanjutnya, menunggu proses gelar perkara dari hasil konfrontir yang sudah mereka laksanakan.
“Untuk menetapkan Ationg tersangka, kita harus kuat unsurnya, masalahnya saksi yang melihat di TKP baru satu orang, jadi akan kita pelajari lagi dari hasil konfrontir ini untuk menaikkannya ke arah tersangka,” katanya (red).