Bedah Buku Kita Telah Mati Karangan Dadang Darmawan Pasaribu
MEDANHEADLINES.COM, Medan – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Medan Area Muazul M.H, M.Hum menyebut buku ‘Kita Telah Mati’ mengandung banyak nilai yang bisa diambil.
Buku ini sangat memiliki nilai jual dalam hal akademik dan bisa kita aplikasika dalam kehidupan kita, terutama bagi adik-adik yang berkecimpung di dunia aktivis.
“Ini bisa jadi buku pegangan atau buku wajib bagi kita semua, khususnya mahasiswa FISIPOL UMA,” ungkapnya saat menjadi pemateri pada acara Bedah Buku ‘Kita Telah Mati’ karya Dadang Darmawan Pasaribu di Convention Hall Universitas Medan Area, Jalan PBSI Medan, Selasa (9/10/2018).
Dalam kegiatan yang digelar oleh Ikatan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIPOL UMA ini juga menghadirkan Ir Erwin Pane, SP dan Drs Irpan Simatupang, M.Si sebagai pembedah buku.
Muazul juga kagum dengan lahirnya buku ini dan ditulis oleh orang Medan asli. Pasalnya di masa sekarang tidak banyak orang yang mau menulis buku. Karena syarat yang harus dipenuhi menjadi sangat banyak. Termasuk referensi dan pengetahuan yang sangat luas diperlukan.
Muazul bercerita ketika buku ini ada di tangannya, ia sudah tertarik dengan covernya. Secara marketing sangat baik dan tertantang untuk membaca.
Kemudian melihat judulnya ‘Kita Telah Mati’ membuat Mauzul makin tertantang lagi karena sangat menggelitik dan membuat kita ingin membacanya.
“Penulis sangat berani membuat judul ini. Buku ini seakan menjelaskan kita sudah mati, namun kita akan hidup kembali setelah membaca buku ini,” ungkap pria berbarik warna cokelat ini.
Dalam buku ini, tambahnya, kata mati merujuk pada keteladanan. Sudah matikah kita dalam mencari keteladanan yang sudah hilang dalam hidup ini.
“Agar kita tidak mati, mari kita cari nilai-nilai keteladanan. Baik di dunia pendidikan atau di dalam kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Pemateri kedua, Erwin Pane mengatakan secara fisik buku dengan 340 halaman ini sangat tebal dan bagi pembaca sekarang bakal sangat melelahkan. Disarankan membacanya dari judul-judul yang menurut anda menarik.
Judul buku ini merupakan kesimpulan dari empat judul di dalam buku ini.
“Tapi kalau saya pribadi ini belum mati kali, tapi masih megap-megap,” kata Erwin disambut gelak tawa ratusan mahasiswa yang hadir pada acara ini.
Sedangkan untuk judul Bertuhan Tanpa Tuhan, Erwin berpendapat lebih setuju judulnya Beragama Tanpa Tuhan.
Karena kalau bertuhan, sudah pasti ada tuhannya. Tapi kalau beragama yang seperti zaman sekarang ini memang realitasnya seperti itu beragama tapi tidak mengenal tuhannya.
“Isi buku ini sebenarnya satire, mengajak kita berbangsa serta mengingatkan kita bahwa kita memiliki ideologi Pancasila serta punya Bhineka Tunggal Ika yang orisinal Indonesia, bukan tiruan dari Amerika Serikat,” tegasnya.
Pemateri ketiga, Irpan Simatupang menegaskan, satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan buku ‘Kita Sudah Mati’ adalah luar biasa. Dengan referensi luar biasa, nalar yang luar biasa, dan untaian kata yang juga sangat luar biasa.
“Buku ini bagi saya adalah fisik dan jiwa penulis sendiri. Beliau ini berjuang sampe titik nol untuk memperjuangkan ideologinya,” kata Irpan.

Secara intelektual, tambahnya, beliau juga bukan orang sembarangan. Sedang menempuh pendidikan S-3 di Universitas Diponegoro, juga dosen berstatus pegawai negeri dan rela meninggalkan PNS-nya untuk berjuang mempertahankan Ideologi.
“Sekarang beliau menjadi caleg DPD RI. Dalam hatinsaya bertanya ‘Apa yang kau cari Dadang?’ Tapi beliau ini Haqqul Yaqin untuk berjuang meraih sesuatu yang benar,” jelas Irpan.
Ia pun menyarankan para mahasiswa UMA membaca buku ini. Sehingga kita jadi tahu apa yang diharapkan Dadang untuk negara ini. Buah pikirannya semoga bisa diterapkan di negara kita ini.
Pada akhir acara, penulis buku ‘Kita Telah Mati’ Dadang Darmawan Pasaribu mengatakan sangat berbahagia telah digelarnya acara ini.
Ia bercerita filsuf yang menginspirasinya membuat buku ini adalah Nietzsche dalam tulisannya Tuhan Telah Mati tahun 1.800. Hal ini merujuk pada manusia yang mengedepankan nalarnya.
“Manusia yang hanya menggantungkan segala sesuatu dengan nalarnya, sama saja artinya tidak percaya pada Tuhan lagi dan artinya Tuhan telah mati,” ujarnya.
Dadang menjelaskan kata Mati dalam buku ini sama seperti yang dimaksud oleh para filsuf yang ada di dunia, bahwa yang mati adalah nurani.
“Saya berharap pada kesempatan lain bisa menulis buku ‘Kita Hidup Kembali'” ungkapnya disambut tepuk tangan meriah dari para peserta yang hadir.(red)