Sumut  

Pelanggan bertambah, PDAM Tirtanadi akan Tambah Debit Air

MEDANHEADLINES, Medan – Direktur Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi delviyandri mengungkapkan pihaknya akan melakukan penambahan produksi air 1.380 liter per detik pada tahun 2018 mendatang

Dijelaskannya, penambahan debit air itu terdiri dari tambahan (up rating) IPA Sunggal Clerator nomor 2 dan 4 sebesar 400 liter per detik, up rating IPA Deli Tua Clerator nomor 1 sebesar 300 liter per detik, pembangunan IPA Medan Denai 240 liter per detik.

Kemudian pengembangan IPA Tirta Lyonis Medan (TLM) 400 liter per detik dan pembangunan IPA paket Pancur Batu 40 liter per detik.

Sementara untuk  Biaya pembangunan berasal dari sisa dana penyertaan modal Pemprovsu sebesar Rp 73 miliar dan sisanya dari PDAM Tirtanadi.

“Penambahan produksi sekitar 1.380 liter per detik dengan dana dianggarkan mencapai Rp 320 miliar,” ungkapnya

Delviyandri mengungkapkan, sumber-sumber air di Kota Medan tidak bisa diambil lagi untuk diolah sesuai dengan saran Balai Wilayah Sungai (BWS) sehingga PDAM Tirtanadi mengalihkan ke sumber air baku di Binjai 700 liter per detik yang dikelola melalui Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Regional.

“Saat ini debit air Tirtanadi sebesar 6.600 liter per detik, termasuk tambahan dari up rating IPA Sunggal 700 liter per detik dan IPA Martubung 200 liter per detik  sementara Pertumbuhan pelanggan 20.000 sambungan rumah per tahun, sementara yang dapat dilayani baru sekira 15.000 hingga 17.000 per tahun,” ungkapnya.

Terkait kenaikan tarif air rata-rata 30 persen mulai Mei 2017, Delviyandri mengatakan tarif tersebut masih yang termurah di Indonesia. “Di Pekanbaru saja mencapai Rp 6.000 per meter kubik, karena air nya dari air payau, sehingga biaya mengolahnya lebih mahal,” terangnya.

Delviyandri menegaskan, terakhir melakukan peninjauan tarif sesuai Permendagri pada tahun 2006 dalam rangka full cost recovery (FCR), peningkatan tarif harus mampu menutupi biaya-biaya yang ada. Artinya, semua pendapatan harus dapat menutupi biaya operasional dan juga investasi.

“Kalau tidak melakukan peningkatan tarif, maka FCR tak bisa dilakukan. Perjalanan itulah yang membuat kita perlu peninjauan tarif. Ini dalam rangka menjaga full cost recovery. Kalau melihat inflasi yang ada ini bergerak terus. Ini mempengaruhi harga-harga bahan kimia, karena mengikuti pasar dan dolar.” Jelasnya. (red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.