Sumut  

Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke 5, Prof Bungaran : ini Tanah Rakyat bukan Tanah Negara.

MEDANHEADLINES,Medan – Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) ke 5 sedang dilangsungkan di Kampong Tanjung gusta sejak Rabu (15/3/2017) dan akan berakhir hingga hari Minggu (19/3/2017) mendatang.

Dalam satu kegiatan tematiknya Kongres ini pun melakukan sarasehan  bertema Gerakan Rakyat Penunggu : Sejarah dan Perjuangan Menyintas berbagai Bentuk Rezim Penakluk.

Dalam seminar ini ,professor Bungaran A Simanjuntak yang didaulat menjadi salah satu pembicaranya mengungkapkan tanah adat saat ini menjadi isu yang sangat sering dibahas diberbagai forum-forum agraria. Negara selama ini dianggap sebagai merebut tanah adat dari masyarakat adatnya. Dengan alih-alih nasionalisasi, negara dengan serta merta dianggap mengambil hak-hak rakyat.
“Mana yang disebut dengan tanah negara ? Tanah yang katanya dinasionalisasi itu sebenarnya adalah tanah rakyat, bukan tanah negara”, ujar Bungaran yang diiringi tepuk tangan peserta sarasehan.

Bungaran menjelaskan, dasar dirinya mengatakan tanah rakyat karena tanah sesungguhnya adalah milik manusia paling utama. Rakyat tinggal diatas tanah dan mengolah tanah untuk memperoleh bahan untuk kehidupan. Rakyat berkembang biak dan mengembangkan kebudayaannya di atas tanah miliknya.Mereka yang satu suku memiliki tanah yang diwarisi dari nenek moyangnya. Kemudian tanah itu diwariskan lagi kepada keturunannya.

“ Makanya setiap suku punya nama untuk tanah warisan sesuai dengan adat istiadat atau kebudayaan mereka. Dari sana muncul nama-nama tanah rakyat seperti tanah wulayat, tano-marga, tano parbagianan, golat, ulos na so ra buruk (Batak) dan sebagainya. Bahkan di Suku Melayu, tanah adat tersebut disebut dengan Tanah Jaluran dan pemiliknya disebut pula Rakyat Penunggu,” jelasnya.

Oleh karena itu, Dari sana dirinya menganggap jika tanah adalah milik rakyat yang mutlak dari dulu.
“Sejak zaman nenek moyang, tanah sudah menjadi lambang identitas utama keberadaan rakyat atau suku marga, Oleh karena itu tidak ada alasan pemerintah untuk tidak mengembalikan tanah rakyat. Hal tersebut agar kehidupan, tradisi dan kebudayaannya rakyat adat dapat dikembangkan demi kesejahteraan material, psikological dan spritual mereka,” ungkap

Akademisi Antropologi Universitas Negeri Medan itu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.