Medan  

Kupak-kapik Proyek Lampu Pocong, Siapa Tanggung Jawab?

Kupak-kapik pengerjaan proyek lampu pocong akhirnya dibanjiri kritik masyarakat. Dampaknya proyek dinyatakan gagal atau total los oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution. (Dok: Tim KJI Sumut, 7 April 2023).

MEDANHEADLINES.COM, Medan – Selepas Magrib, Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Sumut tiba di rumah Nomor 41, Jalan Nilam 19, Perumnas Simalingkar, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan. Bangunan bercat biru-hijau pupus itu sama sekali tak menunjukkan suasana kantor pada umumnya.

Selain berdiri di ujung gang sempit, plang nama CV. Eka Difa Putera tidak terlihat di dua rumah petak yang dijadikan satu, ini. Padahal, perusahaan tercatat sebagai salah satu kontraktor pemenang proyek “lampu pocong”. Proyek yang membangun ribuan tiang lampu di beberapa ruas jalan di Kota Medan.

Ketika ditemui, pemilik rumah yang mengaku bernama Kasno Islani mengatakan, CV. Eka Difa Putera dulu memang miliknya. Pada 2019, dijual kepada Safri Halim. Sampai hari ini, pemilik baru tidak mengubah alamat kantor.

“Alamatnya masih di sini. Perombakan cuma di akta notaris. Kalau ada surat-menyurat, datangnya ke mari. Kalau ada surat saya yang antar, tapi jumpanya entah di mana karena saya tidak tahu rumahnya Safri,” ujar Kasno kepada medanheadlines.com, awal Juni 2023.

Pria berumur 60 tahun itu, mengaku baru mengetahui perusahaan yang dijualnya masuk daftar pemenang tender dan akhirnya bermasalah dari media massa.

“Safri tidak pernah telepon saya, takutnya perusahaan dipinjam kawan. Sebab, kalau dilihat dari kemampuan, keknya gak mungkin dia punya uang miliaran,” kata Kasno yang diamini istrinya.

Dihubungi terpisah, Safri Halim membenarkan perusahaannya menjadi salah satu kontraktor yang mengerjakan lampu jalan. Namun dia tidak bersedia memberi keterangan lebih banyak.

“Aduh, belum bisa. Lagi di jalan pula ini…” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa, 11 Juli 2023.

Penampakan beberapa kantor perusahaan pemenang proyek lampu pocong. Tim mendapati kantor berada di rumah tinggal. (Dok: Tim KJI Sumut)

Ketika tim KJI Sumut menelusuri alamat kelima perusahaan pemenang tender lainnya. Beberapa kantor berada di rumah tinggal, tidak ada plang nama dan aktivitas. Bahkan, ada kantor yang beralamat di panglong. Para direktur atau pimpinan yang coba dikonfirmasi, tidak membuahkan hasil. Surat permohonan wawancara yang dilayangkan pun tanpa respons.

Banjir kritikan

Proyek lampu pocong awalnya bernama Penataan Lanskap Ruas Jalan. Pengerjaan yang masuk dalam proyek adalah membangun 1.700 tiang lampu di delapan ruas jalan, bak sampah, jalur pejalan kaki (pedestrian) dan tiang pembatas trotoar dengan jalan (bollard). Total biaya yang dikucurkan Rp25,7 miliar, diambil dari APBD Kota Medan Tahun Anggaran 2022.

Pengerjaan proyek dimenangkan enam perusahaan yakni: CV. Eka Diva Putera yang mendapat bagian di Jalan Gatot Subroto. CV. Asram yang beralamat di Jalan Baru Gang Madrasah Nomor 2, pengerjaan di ruas Jalan Suprapto dan Jalan Juanda. Kemudian, CV. Sentra Niaga Mandiri yang kantornya di Jalan Ncole 27 Nomor 100, Kecamatan Medan Tuntungan, mendapat jatah Jalan Brigjen Katamso.

CV. Sinar Sukses Sempurna yang beralamat di Jalan Setia Budi Gang Bunga Ncole Lt 2 Nomor 1, Simpang Selayang, Medan Tuntungan, mengerjakan proyek di ruas Jalan Jenderal Sudirman. Biro Tenik Pembangunan, beralamat di Jalan Garuda Nomor 48 A, mendapat bagian di Jalan Putri Hijau dan Jalan Diponegoro. Terakhir, PT. Trivia Mangun Mandiri yang beralamat di Jalan Harva Nomor 3, Dusun 2-A Slambo, Kabupaten Deliserdang, mengerjakan proyek di Jalan Imam Bonjol.

Nama perusahaan pemenang tender proyek lampu pocong beserta nilai proyek yang dikerjakan tiap perusahaan. (Dok: Tim KJI Sumut)

Awal pengerjaan proyek berjalan lancar, gelombang protes mulai muncul usai kontraktor mendirikan fondasi. Masyarakat menilai, bentuk lampu mirip pocong. Sinar lampu lebih banyak mengarah ke drainase, bukan ke badan jalan sehingga dianggap tidak bermanfaat.

Kritik pedas bermunculan di media sosial. Kelompok mahasiswa ikut bereaksi, berunjuk rasa di kantor wali kota Medan pada Maret 2023. Kelompok bantuan hukum melaporkan pengerjaan proyek ke Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi Sumut, dua bulan berikutnya.

Ketua DPRD Medan Hasyim sempat ikut mengkritik. Dia bilang, pengerjaan lampu pocong asal jadi dan tidak memperindah kota. Ketua PDI Perjuangan Kota Medan ini meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit proyek.

“BPK perlu turun mengecek, mengevaluasi hasil pengerjaannya. Apakah ada indikasi korupsi atau gimana,” kata Hasyim kepada wartawan beberapa bulan lalu.

Berangkat dari keresahan yang terjadi, Tim KJI Sumut melakukan pemantauan pengerjaan proyek di Jalan Sudirman. Secara kasat mata, pengerjaannya terlihat rampung. Jika dilihat dari dekat, baru tampak serampangannya. Misal, kotak panel listrik di fondasi lampu tak terkunci dengan benar. Kabel-kabel keluar, dikhawatirkan warga yang dekat tiang tersengat listrik. Fondasi pilar lampu dibuat asal-asalan, akibatnya, banyak tiang yang tumbang sebelum difungsikan.

Penampakan kotak panel listrik yang dipasang di tiang lampu pocong tidak tertutup dengan benar. (Dok: Tim KJI Sumut)

Merujuk dokumen Detail Engineering Design (DED) Penataan Lanskap di Jalan Pangeran Diponegoro yang diperoleh tim. Kontraktor seharusnya membangun lampu jalan, bollard, kotak sampah dan jalur pejalan kaki. Semuanya harus sesuai gambar yang dibuat CV. Bisma Kasada.

Amatan di lapangan, pengerjaan proyek di Jalan Diponegoro, tepatnya deretan kantor gubernur terbilang rapi. Walau masih ada beberapa komponen yang belum sesuai, seperti perbaikan trotoar dan meletakkan beberapa tanaman. Harusnya, kontraktor menaruh tanaman jenis Peace Lily, bunga air mancur dan anggrek tanah.

Meski dihujani protes, pengerjaan tetap berjalan. Pemerintah Kota Medan mengucurkan dana sebesar Rp21 miliar. Pembayaran terkuak saat Wali Kota Medan Bobby Nasution menyatakan proyek lampu pocong gagal. Langkah ini dilakukan Bobby, diduga karena banyaknya protes masyarakat.

Dia mengaku, keputusan diambil berdasarkan hasil pemeriksaan inspektorat. Memang agak lama karena pemeriksaan dilakukan menyeluruh bersama BPK. Hasilnya, memerintahkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang kini dilebur menjadi Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi (SDABMBK) melakukan penagihan.

“Kita anggap proyek ini total los. Tidak ada proyek lampu pocong. Kami anggap proyeknya gagal,” kata Bobby kepada wartawan di kantornya, Selasa (9/5/2023) lalu.

Pihaknya akan membentuk tim Ad hoc untuk melihat kelalaian ASN di Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sebelum dilebur. Total anggaran pengerjaannya Rp25 miliar, yang sudah dibayar kepada pekerja atau pihak ketiga Rp21 miliar.

“Kami tugaskan Rp21 miliar itu dikembalikan karena proyek total los. Baik material, spek dan jarak antar lampunya. Pokoknya hampir semua tidak sesuai spek, yang menagih Dinas SDABMBK,” imbuhnya.

Pembongkaran lampu dilakukan kontraktor sendiri karena bangunan belum diserah terima ke Pemkot Medan.

“Ada material di dalamnya. Jangan bilang kami yang bongkar. Kami ambil nanti dibilang nyuri pula. Silahkan, besinya di situ, semennya di situ, yang bentuknya kayak pocong ambil balik, silahkan,” ucap Bobby.

“Untuk sanksi, karena dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan, yang bertanggung jawab seluruh ASN di sana. Memang sudah dilebur, tapi kan manusianya masih ada, orangnya masih ada,” sambungnya.

Bobby merasa dirinya sudah berulang kali menyampaikan, pengerjaan lampu harusnya di tahap akhir. Penanggung jawabnya adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perkim. Baru masuk ke Dinas Pertamanan dan Kebersihan. Rencana awal harusnya trotoar dan lanskap dulu, baru lampu. Tiba-tiba disalib.

“Harusnya belum dikerjakan, ini sudah dikerjakan. Lampunya dikerjakan, tiba-tiba trotoarnya dikerjakan, makanya banyak yang hancur. Kalau kita lihat, ada indikasi kelalaian perencanaan. Berbeda dari perencanaan gambar kerja,” pungkasnya.

Gagalnya proyek lampu pocong menarik perhatian Kepala Kantor Wilayah 1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ridho Pamungkas. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat pengerjaan tidak sesuai harapan. Pertama, pengawasan yang lemah dan dugaan adanya persaingan usaha tidak sehat. Pasalnya, masing-masing paket pekerjaan hanya satu perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran.

“Secara detail, kami belum mengetahui mengapa hanya satu penawaran dari masing-masing paket. Bahkan, pemenang pada satu paket tidak memasukkan penawaran pada paket lain. Atau dapat dikatakan tidak terjadi persaingan, seolah-olah tender telah dikondisikan,” katanya Selasa (4/7/2023).

Tangkapan layar laman LPSE Kota Medan, yang menunjukkan hanya satu perusahaan memasukkan penawaran pada paket yang ditenderkan. (Dok: Tim KJI Sumut).

Soal kapabilitas pemenang tender. Alamat kantor ditemukan di rumah tinggal. Harusnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meninjau peserta lelang.

“Sebenarnya ini tidak dibenarkan. Namun, fakta di lapangan susah untuk mengontrolnya karena PPK hanya mengevaluasi berdasarkan penawaran yang dimasukkan. Misal ada perjanjian di luar tender, apakah kuasa atau meminjam perusahaan. PPK harusnya bisa melihat dan mengeliminasi,” kata Ridho.

Di akhir 2022, lanjutnya, Pemkot Medan harusnya sudah bisa memutuskan kontrak karena pelaku usaha dinilai tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati.

“Kami minta Pemkot Medan berhati-hati melakukan seleksi. Mengidentifikasi pelaku usaha yang ikut tender. Bagaimana track record mereka. Kita bisa lihat, ada yang menawar di satu paket, tidak ada di paket lain. Harusnya Pemkot memastikan ini,” ucapnya.

Potensi kerugian negara

Pernyataan Bobby Nasution meminta kontraktor mengembalikan uang Rp21 miliar atas gagalnya proyek penataan lanskap di delapan ruas jalan Kota Medan, terkesan janggal.

Koordinator Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) Ibrahim Puteh menyebut, Butir 7.18.1. Perka LKPP Nomor 12/2021. Sepuluh alasan pemutusan kontrak bisa dilakukan yaitu: perusahaan pailit, masuk daftar hitam, sudah pernah diperingati saat melaksanakan pekerjaan dan terbukti melakukan KKN dalam proses pengadaan yang diputuskan instansi berwenang.

Pemutusan kontrak yang dilakukan Pemkot Medan merupakan akibat dari pengadaan barang dan jasa yang terindikasi koruptif atau melakukan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan hasil pemeriksaan inspektorat, proyek lampu pocong berkaitan dengan kesalahan spek dan material.

“Berdasarkan pemberitaan media, keenam perusahaan penyedia barang telah diperingati Pemkot Medan. Namun mereka tetap tidak juga melakukan pekerjaan sesuai kontrak,” kata Ibrahim, Kamis (24/8/2023).

Kondisi ini memunculkan pertanyaan, bagaimana proses pra kontrak sampai pelaksanaan oleh PPK Dinas Kebersihan dan Pertamanan bisa mencairkan Rp21 miliar. Penerbitan surat perintah bayar kepada penyedia barang atau perusahaan pengadaan harus melewati uji dokumen atau bukti hak tagih sesuai fakta di lapangan.

“Pembayaran yang dilakukan menimbulkan potensi merugikan keuangan negara. Pejabat yang menandatangani atau mengesahkan dokumen harus bertanggungjawab atas kebenaran Materil dan akibat yang ditimbulkan,” ujarnya.

Sesuai Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan Pasal 21 ayat 1 yang menyebut, pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima. Tidak hanya penyedia barang, apabila benar perintah pengembalian uang kepada enam perusahaan berdasarkan tindakan melawan hukum yang condong pada perilaku koruptif. Maka, pengembalian tidak menghentikan kerugian negara karena tidak menyelesaikan dampak yang timbul.

“Masalah korupsi adalah permasalahan yang irreverseable,” tegas dia.

Ibrahim mendesak aparat penegak hukum menyelidiki dugaan persaingan tidak sehat dalam tender tersebut. Kejanggalan ini bisa menjadi pintu masuk untuk melakukan penyelidikan.

“Kami menduga adanya modus arisan tender dalam pelaksanaan proyek penataan lanskap jalan Kota Medan. Penegak hukum harus melakukan penyelidikan atas dugaan tersebut,” katanya.

Peneliti anggaran, Elfanda Ananda pun berucap sama. Secara prinsip audit, harusnya BPK sejak Januari 2023 sudah melakukan pemeriksaan, pencegahan dan menemukan masalah. Bisa juga dilakukan DPRD dan Pemkot Medan karena tupoksinya. Menurut pendiri FITRA Sumut ini, Bobby Nasution sudah mengetahui apakah pekerjaan sesuai atau tidak. Namun, dia menggunakan BPK dan aparat penegak hukum atau APH untuk mengembalikan uang.

“Indikasinya agar uang kembali, karena tidak mungkin pada termin kedua pembayaran proyek minta pengembalian. Kalau Rp21 miliar dibagi dalam tiga termin, saat ini sudah berada di termin kedua,” kata Elfanda, Kamis (18/5/2023).

Kejanggalan lain adalah saat pemberian adendum. Kalau sudah ada masalah harusnya segera diputuskan dan dievaluasi, sebelum pembayaran dilakukan. Untuk memastikan apakah pengerjaan dilanjut atau tidak.

“Itu kalau kita melihatnya dari prosedur umum. Tapi ini, kenapa bisa dicairkan di termin kedua. Perpanjangan inilah yang tidak lazim. Secara fungsi, proyek bermasalah karena pembangunan di beberapa titik justru menerangi parit. Kemudian, jika mau dibilang menerangi trotoar, mana trotoarnya?” katanya menggelengkan kepala.

Saling lempar

Usai proyek lampu pocong diumumkan total los, Bobby mengultimatum para kontraktor agar mengembalikan uang Rp21 miliar dalam waktu 60 hari. Sampai 12 Juli 2023, hanya beberapa kontraktor yang mengembalikan uang. Bahkan ada yang sama sekali belum menyetor.

Kadis SDABMBK Topan Obaja Ginting menjelaskan, perusahaan yang sama sekali belum melakukan pembayaran adalah CV. Sentra Niaga Mandiri, Biro Teknik Pembangunan dan CV. Triva Mangun Mandiri. Sedangkan yang masih mencicil CV. Sinar Sukses Sempurna.

“Kalau yang sudah melunasi CV. Asram dan CV Eka Difa Putera. Pembongkaran juga sudah dilakukan di ruas jalan yang dikerjakan kedua perusahaan,” kata Topan kepada Tim KJI Sumut, Senin (7/8/2023).

Disinggung soal tindakan yang akan dilakukan kepada perusahaan yang belum mengembalikan uang, Topan mengarahkan kepada Inspektorat Kota Medan.

“Begini mekanismenya. Saya mendapat surat dari inspektorat, ditugaskan untuk menagih sesuai waktu yang ditentukan. Selesai waktunya, saya surati kembali inspektorat. Jadi, untuk tindakan selanjutnya mungkin dari inspektorat. Apakah diserahkan ke APH atau bagaimana, itu di inspektorat,” ucapnya.

Kepala Inspektorat Kota Medan Sulaiman Harahap juga tidak memberi jawaban tegas terkait hasil pemeriksaan yang dilakukan pihaknya. Termasuk langkah yang akan dilakukan jika kontraktor tidak mengembalikan uang.

“Rekomnya kita, cuma pelaksananya Dinas SDABMBK,” katanya mengelak.

Beda dengan Bobby Nasution, malah mempersilahkan aparat penegak hukum segera turun tangan menyelesaikan pengembalian uang.

“Hari ini prosesnya di APH. Kami sangat mempersilahkan APH untuk turun, masuk dan memeriksa kontraktor yang belum mengembalikan,” ujarnya usai rapat paripurna di DPRD Kota Medan, Selasa (8/8/2023).

Bobby mengklaim, monitoring telah dilakukan sejak awal pengerjaan. Pemberian tenggat waktu untuk memperbaiki proyek yang tidak sesuai dalam kontrak salah satu buktinya. Sebab, proyek lampu pocong harusnya rampung akhir 2022.

“Kami beri tambahan waktu supaya yang menjadi temuan diperbaiki. Tidak tiba-tiba kita total los. Sudah ada pemberitahuan, bagaimana bahan-bahan yang digunakan dan speknya harus sesuai. Tapi tidak diindahkan, gimana lagi?” pungkasnya.

Tulisan merupakan hasil liputan gabungan yang dilakukan Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Sumut, yakni medanheadlines.com, IDN Times, SAHdaR dan ICW.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.