MEDANHEADLINES.COM, Medan – Polemik pengusiran wartawan yang saat meliput oleh petugas keamanan di kantor wali kota mendapat perhatiaan dari Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar
Ia menyayangkan terjadinya insiden pengusiran wartawan dari Kantor Wali Kota Medan itu sehingga hingga kini masih berbuntut protes lewat aksi unjuk rasa dari kalangan jurnalis.
Abdyadi mengaku melihat masalah ini dari tiga sudut pandang. Pertama, dari sisi Bobby Afif Nasution sebagai menantu presiden mendapatkan pengamanan sebagaimana diatur dalam PP No 59 tahun 2013. Kedua, Bobby sebagai pejabat publik, yakni Walikota Medan yang dalam jabatannya terdapat hak-hak publik. Dan ketiga, wartawan yang menjalankan tugas pers sebagaimana diamanahkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Bobby sebagai bagian dari keluarga presiden, memang dijamin pengamanannya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 59 tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluarganya. Pada Bagian Ketiga di PP No 59 ini, secara khusus disebut pengamanan anak dan menantu presiden dilaksanakan Paspampres dan Satuan Komando Kewilayahan.
“Jadi, ketika Paspampres melaksanakan tugasnya mengamankan menantu presiden, itu adalah bagian dari amanah ketentuan peraturan. Dan harus diingat, pasal 12 menyebutkan, pengamanan anak dan menantu itu dilakukan selama masih menjabat sebagai presiden. Dan, bentuknya adalah pengamanan pribadi, pengamanan kegiatan dan pengawalan,” jelas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar.
Namun begitu, harus dipahami juga, bahwa Bobi Afif Nasution juga adalah pejabat publik, yakni sebagai Walikota Medan. Di jabatannya sebagai pejabat publik, yakni Walikota Medan, melekat hak-hak publik. Karena itu, sebagai pejabat publik, ada kewajiban untuk memberi layanan atas hak-hak publik/masyarakat dimaksud. Setidaknya, memberi layanan kepada masyarakat atas informasi.
Nah, salah satu bentuk pemberian layanan informasi kepada masyarakat itu, menurut Abyadi Siregar, tentu dilakukan melalui pers sebagaimana diatur dengan jelas dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Melalui wartawan yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik, kata Abyadi, pers menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dari pejabat publik.
Dalam pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers menjelaskan, pers nasional hadir guna memenuhi hak-hak masyarakat untuk mengetahui. Kemudian, pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
“Artinya, saya ingin mengatakan bahwa, teman-teman wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik itu, juga dilindungi oleh undang-undang. Mereka menjalankan tugas mencari dan mengolah informasi, untuk memenuhi hak publik atau masyarakat,” tegas Abyadi Siregar.
Pemko Fasilitasi
Nah, di tengah kondisi itu, Abyadi menilai, Pemko Medan yang seharusnya mengambil langkah bijak agar kedua kepentingan itu bisa dilaksanakan. Di satu sisi pengamanan Bobby sebagai menantu presiden dapat dilaksanakan sesuai PP No 59 tahun 2013, tapi di sisi lain Bobby sebagai pejabat publik tetap bisa memberikan layanan atas hak-hak publik atau masyarakat.
Dan, yang paling penting lagi adalah, bagaimana agar teman-teman wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya guna memenuhi hak publik sebagaimana amanah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, dapat dilaksanakan. Ini yang sangat penting. Di sinilah pentingnya peran fasilitasi yang dilakukan Pemko Medan.
Jadi, Pemko harus memfasilitasi dengan menyiapkan tempat/ruangan untuk teman-teman wartawan yang dapat melakukan wawancara doorstop kepada Walikota Medan baik saat pagi masuk kantor, maupun saat sore pulang kantor.
“Bila ruang/tempat yang selama ini digunakan teman teman wartawan menunggu walikota saat ini sudah harus disterilkan, maka Pemko Medan yang seharusnya segera menyiapkan tempat/ruangan baru buat teman-teman wartawan. Bila memungkinkan, posisinya bisa mengakses walikota untuk wawancara/doorstop,” harap Abyadi.
Selain itu, pola lain adalah, dengan mengefektifkan peran Humas. “Jadi, Humas harus bisa menjelaskan setiap isu-isu public yang menjadi pertanyaan teman-teman media,” tambah Abyadi.
Temuilah
Terlepas dari semua itu, Abyadi Siregar mengharap agar miskomunikasi ini dapat segera diselesaikan. Karena menurut saya, kedua-duanya saling membutuhkan. Wartawan butuh keterangan walikota sebagai pejabat public. Tapi, walikota sebagai pejabat public juga paling membutuhkan wartawan.
Karena itu, saya menyarankan agar masalah ini segera diakhiri. “Menurut saya, demi kebaikan bersama, sebaiknya didatangi teman-teman jurnalis itu. Diajak ngobrol ringan di ruangan. Saya yakin, teman-teman jurnalis itu akan dewasa. Mereka orang orang cerdas,” katanya.