Pentingnya Etika Politik Jelang Pileg Dan Pilpres 2019

Foto : Diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema “Etika Politik Pilpres”, kerja sama Humas MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Ruang Diskusi Press Room Parlemen, Lobby Gedung Nusantara III, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 November 2018.

MEDANHEADLINES.COM, Jakarta – Perjalanan politik Indonesia terutama pasca reformasi, bergulir dengan sangat luar biasa hingfa kind. Kehebohan para peserta kontestasi dan para pendukungnya dalam berbagai level, terlihat sangat reaktif dan agak mengkhawatirkan apalagi ketika menyentuh isu SARA. Dari berbagai diskursus politik jelang 2019, etika semestinya memegang peranan penyeimbang di tengah-tengah prosesi dinamika politik.

Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Agun Gunanjar Sudarsa melihat, geliat politik terutama mendekati 2019, banyak sekali diskursus seputar pileg dan terutama pilpres, yang terjebak dalam dan semakin lama makin membuat rakyat tidak bertambah cerdas untuk menentukan pilihan-pilihan.

Selain diskursus-diskursus tersebut, suasana panas menjelang tahun politik 2019 semakin panas dengan berbagai kegaduhan. Antara lain yang sempat viral saat ini adalah fenomena saling sindir, sehingga keluar kata-kata seperti ‘sontoloyo’, ‘genderuwo’, ‘tampang boyolali’, dan lainnya.

“Dan, situasi tersebut sangat mengkhawatirkan,” katanya dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema “Etika Politik Pilpres”, kerja sama Humas MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Ruang Diskusi Press Room Parlemen, Lobby Gedung Nusantara III, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 November 2018.

Menurut Agun, sepanjang tahun politik sampai hari ini dan mendekati hari H pilpres 2019, bangsa Indonesia sudah berada dalam banyak sekali diskursus yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Semuanya campur aduk, sehingga tanpa disadari terjebak dalam diskursus yang tidak mendidik. “Saya pribadi sangat menghindari diskursus seperti itu. Karenanya, etika memang menjadi sesuatu yang penting dalam kerumitan tersebut,” ucapnya.

Baca Juga : Jelang Laga Menghadapi Madura United, Stadion Kebanggaan PSMS Tergenang Air

Namun, Agun tidak lantas menyalahkan para kontestan Pilpres 2019. Hal tersebut merupakan merupakan hasil atau output dari fenomena perjalanan politik, di perkembangan akhir-akhir pasca reformasi ini yang tanpa bangsa ini sadari. “Dan kita semua elemen bangsa ikut salah, termasuk para elit politik, ya kita semua. Ini yang harus dipahami dan disadari, bahwa etika dalam berpolitik memang harus disandingkan,” ujarnya.

Diungkapkan Agun, kalau bangsa ini ingin membangun etika politik yang baik, bagus dan etika yang sepantasnya, maka para peserta kontestasi politik harus memiliki struktur yang baik, dan berjalan sesuai fungsinya masing-masing. Sehingga publik akan melihat ada sesuatu yang baik, benar dan bermanfaat untuk rakyat.

“Analoginya seperti sebuah band musik, ada gitaris, ada vokalis, ada basis, ada drumer. Nah, masing-masing menjalankan fungsinya masing-masing sesuai ritme dan waktu yang pas untuk masuk bermain. Jika itu terjadi, maka terciptalah satu alunan irama musik yang harmoni dan enak didengar. Ketika itu terjadi, baru bicara soal etika penampilan band tersebut, apakah layak ditonton, karyanya cocokkah dengan lingkungan dan kondisi kekinian,” kata Agung Gunanjar Sudarsa. (raj/tempo.co)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.