Ketua MK Dijabat Suhartoyo Gantikan Anwar Usman

Hakim Suhartoyo. mkri.id

MEDANHEADLINES.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi memilih pengganti Anwar Usman sebagai Ketua MK. Penggantinya adalah hakim konstitusi bernama Suhartoyo. Hasil itu disampaikan Wakil Ketua MK, Saldi Isra usai rapat permusyawaratan hakim (RPH), Kamis (9/11/2023).

Saldi Isra didampingi delapan hakim lainnya saat mengumumkan Suhartoyo sebagai Ketua MK baru. “Yang disepakati dari hasil kami tadi, untuk menjadi Ketua MK ke depan adalah Yang Mulia Bapak Dr. Suhartoyo,” ucap Saldi Isra didampingi delapan hakim lainnya pada saat menggelar konferensi pers di Ruang Sidang MK seusai rapat. Sementara posisi Wakil Ketua MK tetap dipegang oleh dirinya yang kembali terpilih.

Saldi Isra mengungkapkan pemilihan tersebut merupakan hasil musyawarah antara para hakim konstitusi. Saat rapat berlangsung muncul dua nama calon Ketua MK, yaitu Suhartoyo dan Saldi Isra. Keduanya kemudian menyepakati agar Suhartoyo menjadi ketua dan Saldi menjadi wakil.

Amatan wartawan, seluruh hakim konstitusi hadir dalam rapat pemilihan ketua tersebut. Mereka adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Manahan Sitompul, Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Guntur Hamzah, dan Daniel Yusmic.

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua MK, Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim. Atas pelanggaran berat itu, MKMK memberikan sanksi pemberhentian dari Ketua MK.

“Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung I MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

MKMK memerintahkan wakil ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan baru dalam 2×24 jam. Atas sanksi pemberhentian Anwar Usman dari Ketua MK, Bintan R. Saragih menyampaikan dissenting opinion.

Kendati begitu, MKMK menyatakan tak berwenang mengubah putusan MK tentang batas usia minimal capres dan cawapres. Hal ini disebabkan MKMK hanya berwenang mengadili pelanggaran etik.

“Tidak terdapat kewenangan MKMK untuk melakukan penilaian hukuk terhadap putusan MK, terlebih lagi turut mempersoalkan perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu putusan,” kata Wahiduddin Adams saat membacakan putusan MKMK di Gedung I MK, Jakarta, di hari yang sama. (Red/tempo.co)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.