Tajam dan Tumpulnya Fatwa MUI (Bungkamnya MUI Terhadap Kasus Kekerasan Petani di Langkat)

MEDANHEADLINES, Kasus Ahok yang dianggap menistakan ‘Agama Islam” dalam pernyataannya yang menggunakan Surah Al Maidah 51 dalam pertemuan dengan masyarakat di kepulauan Seribu beberapa waktu lalu berujung membawa seorang Ahok menjadi tersangka yang ditetapkan oleh kepolisian RI. Namun” wacana Ahok” masih terus digulirkan oleh kelompok masyarakat pasca aksi 411 beberapa waktu lalu.

Saya melihat dan coba mengamati, banyak wacana yang berkembang, tidak hanya ingin memastikan agar Ahok menjadi tersangka, namun juga beredar isu yang lain yang diantaranya dengan isu rawan kebhinekaan, pluralisme, politik menjelang Pemilihan gubernur DKI Jakarta hingga akan adanya isu “makar” untuk menjatuhkan presiden Jokowi pada aksi lanjutan yang coba diwacanakan beberapa kelompok pada 2 Desember 2016 mendatang.

Melihat perkembangan perjalanan aksi melawan Ahok ini, menurut hemat saya, sulit bagi yang awam, melihat jernih proses gerakan ini, karena sudah tercambur aduk dengan kepentingan-kepentingan lain, apalagi proses yang akan datang adalah masa depan “Politik Indonesia” dengan Pilgub DKI menjadi “pintu gerbang utamanya”. Namun hal tersebut coba dibantah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dianggap lembaga yang dapat mewakili umat Islam untuk menangkap Ahok, karena persoalan menistakan agama dan harus di proses hukum. MUI juga mengeluarkan pernyataan sikapnya yang banyak dinilai sebagai sikap keagamaan umat Islam. Menariknya MUI kali ini banyak didukung oleh para ulama, Kiai, ustadz, ormas Islam untuk mengawal sikap resmi dan fatwa MUI ini.

Walaupun beberapa kali, gerakan tersebut di bantah sebagai “gerakan Politik” namun  “Mempurifikasi gerakan” umat islam yang lalu sepertinya justru malah bercabang, sehingga bentuk rupanya juga berubah-ubah, saling serang satu sama lain, dan mulai kehilangan ruh, masyarakat pengguna ‘Sosmediyah” mulai sadis, saling share berita provokatif dan hoax. Artinya masyarakat sulit melihat secara jernih mengenai persoalan ini.

Berbeda dengan kasus Ahok yang menyedot perhatian publik karena kasus “penistaan agama”, pada hari Jumat, tanggal 18 Nov 2016 baru-baru ini terjadi di desa Mekar Jaya Kabupaten langkat, ada puluhan petani yang dihajar “Membabi Buta” oleh 1500 an aparat kepolisian dan TNI karena mereka penggusuran lahan secara paksa yang disinyalir dilakukan oleh PT langkat Nusantara Kepong, perusahaan asal Malaysia. Hal yang serupa juga terjadi pada Petani di Desa Sukamulya Kabupaten Majalengka Jawa barat dengan kasus penolakan lahan untuk bandara internasional Jawa Barat, dan juga daerah daerah lainnya.

Untuk kasus Mekar Jaya Kabupaten langkat, menimbulkan belasan korban hingga “berdarah-darah”, ini dapat dilihat dari foto dan video kekerasan bertebaran di dunia maya, namun dalam benak hati saya, kenapa kasus kekerasaan ini tidak mendapatkan tempat dan menyedot perhatian lebih banyak lagi oleh semua pihak dalam hal ini “negera dan masyarakat”?

Apakah kasus kekerasan terhadap petani ini, bukan menjadi penting sepenting kasus Ahok yang dianggap menistakan agama islam? Apakah aksi main hajar yang dilakukan oleh aparat bukan bagian dari proses “penistaan kemanusiaan” yang dilakukan secara sadar, sengaja dan terencana demi kepentingan pemodal dengan menggusur paksa menggunakan cara kekerasan kepada petani tidak dipedulikan?. Kenapa kasus Ahok yang hanya sekedar “omongan” dengan menyinggung Al Maidah 51 begitu besar gerakannya mengumpulkan jutaan orang, sampai presiden dan lain lain begitu hebohnya melakukan dialog sana sini, naik kuda bersama, jumpa pers, makan bersama dengan elit parpol dan sebagainya. Pertanyaan kita kenapa begini, kenapa  begitu dan kenapa tidak ada habisnya?

Kasus kekerasaan petani Mekar Jaya Langkat, menurut hemat saya tidak begitu “Seksi” karena tidak menyentuh pada persoalan agama, karena isu “Agama dan etnisitas” lebih seksi ketimbang isu kemanusiaan, seperti pada sisi yang lebih sektoral seperti konflik tanah, penggusuran, perubahan iklim, kesehatan, pendidikan, ketimpangan ekonomi dan lain lain. Tidak ada peran ulama, kiai, ustadz dan kasus ini, tidak ada ajakan demo besar besaran seperti yang dilakukan pada aksi bela Islam 411. Dan tidak ada juga peran Majelis Ulama indonesia. Boro-boro MUI pusat, MUI Sumut atau MUI kab Langkat sepertinya tidak ada bisa dibaca statmentnya di media.

Orang awam, pasti akan merasa aneh dan bertanya, untuk apa kira kira dibutuhkan peran ulama, kiai dan tokoh islam yang diwakili oleh MUI dengan kasus kekerasan petani di Langkat?kan tidak ada hubungannya dengan agama Islam yang disinggung-singgung oleh aparat polisi/TNI? Kan beda kasusnya dengan Ahok?

Kalau lah memang fungsi MUI hanya melakukan seperti itu, malah “mengkerdilkan” kedudukan ulama itu sendiri, saya malah akan berfikir apakah ulama hanya urusan agama Islam saja yang difikirkan atau hanya urusan politik yang biasanya jelang moment pemilihan ramai dikunjugi oleh elit dan parpol. Diamnya MUI menyikapi kasus kasus kemanusiaan  memjustifikasi bahwa MUI tidak menyentuh kepada persoalan masyarakat, harus diingat saudara-saudara kita yang menjadi korban kekerasan dan “berdarah-darah” adalah umat Islam juga,

Petani di Mekar Sari Langkat itu juga bagian dari ummat Islam, walaupun dalam keseharian, mereka lebih banyak hidup di sawah, ladang, hutan untuk menananam tanaman mereka demi kehidupan sehari hari, pakaian yang mereka gunakan pun hanya pakaian kaos dan celana kumuh, tidak terbiasa dengan pakaian-pakaian putih dari atas sampai bawah, mereka juga tidak terbiasa membawa tasbih , karena biasa mereka membawa cangkul dan golok,  mereka juga jarang pakai sorban, karena mereka biasa pakai topi caping, mereka juga gak punya banyak waktu untuk kita ajak berdemo di kantor Bupati/Gubernur Sumut, karena mereka saat ini sedang “tak karuan” karena sudah diusir secara paksa tanah mereka oleh aparat, belum lagi luka-luka yang harus di obati.

Kasus kekerasan Petani di Mekar Jaya Langkat, harusnya juga mendapatkan perhatian luar biasa serius oleh MUI, jangan sampai ada anggapan MUI seolah tutup mata dengan kasus kekerasaan petani ini, membuka mata dengan kasus Ahok yang hanya “Mengucap” sementara ada “Tunjungan dan Pukulan” langsung dan keras yang dilakukan aparat kepada puluhan petani. Jangan mengkerdilkan peran ulama sebagai wakil ummat Islam, dan jangan juga “fatwa” dan “sikap keagamaan” hanya tajam ke atas namun tumpul ke bawah.

 

Penulis : Rholand Muary

Mahasiswa Magister Sosiologi USU

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.