Sebar Hoaks Kasus Pelecehan Seksual Santri di Lhokseumawe, Tiga Orang Diringkus Polisi

MEDANHEADLINES.COM, Banda Aceh – Kepolisian Resort Lhokseumawe menangkap tiga orang yang diduga menyebarkan hoaks atau kabar bohong mengenai kasus pelecehan seksual terhadap santri. Ketiganya menyebut kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan pimpinan salah satu pondok pesantren di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh adalah rekayasa pihak kepolisian.

Ketiga tersangka berinisial HS, 29 tahun, IM, 19 tahun dan NA, 21 tahun, dianggap menyebar kabar bohong melalui media sosial Facebook dan grup WhatsApp masing-masing.

“HS yang mengupload berita bohong itu ke Facebook. Kemudian IM memposting kabar itu ke grup WhatsApp, lalu NA memposting ke grup WhatsApp lainnya,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminial Polres Lhokseumawe, Ajun Komisaris Polisi, Indra T Herlambang pada Rabu, 17 Juli 2019.

Kasus pelecehan seksual disalah satu pondok pesantren diduga dilakukan oleh pimpinannya berinsial AI, 45 tahun dan seorang guru berinisial MY, 26 tahun. Keduanya diduga melakukan pelecehan seksual kepada 15 orang santri pondok pesantren yang bertempat di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.

Indra menjelaskan dalam postingan yang tersebar dimedia sosial, ketiga tersangka menyebar berita yang menyebut penindakan dugaan pelecehan seksual yang sedang diusut kepolisian atas rekayasa aparat kepolisian. Tersangka menyebut jika orang tua santri pesantren yang diduga menjadi korban pelecehan mempunyai jabatan tinggi dan kenal dengan Kepala Polres Lhokseumawe.

Padahal Indra menyebut, aparat kepolisian telah bekerja sesuai dengan alat bukti. Mulai dari tahap menerima laporan, penyelidikan hingga tahap penyidikan. “Jadi tidak mungkin ada rekayasa seperti yang disebarkan oleh ketiga tersangka,” lanjut Indra.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 15 juncto Pasal 14 ayat 1 dan 2 tentang Peraturan Hukum Pidana, subsider Pasal 45a  ayat 2 Undangg-Undang nomor 11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun denda maksimar 1 miliar.

Lebih lanjut Indra mengungkapkan, polisi masih mengejar tiga orang lainnya terkait kasus yang sama. Ketiga lainnya disinyalir sebagai pembuat berita bohong tersebut.

“Jadi sudah ada tiga orang lagi yang kami identifikasi, kemungkinan adalah pembuat hoaks tersebut. Salah satu diantaranya, dugaan kami adalah personel pesantren, antara pengurus, guru atau alumni. Dugaan kami seperti itu,” pungkas Indra (sak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.